Tugas dan artikel

Wednesday, May 18, 2016

SISTEM STATUS DAN PELAPISAN MASYARAKAT

Oleh  : M. Hary Panuju, Ishmah Nurhidayati, Laely Savitry, Yuli Dwi S., Eka Wahyu R.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2016)



I.PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari sering kita amati adanya perbedaan status dan peranan antar warga, baik di lingkungan keluarga atau pun masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas perbedaan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, misalnya ada orang kaya dan ada orang miskin, ada orang yang berkuasa dan ada orang tidak berkuasa, serta ada orang yang dihormati dan ada orang yang tidak di hormati. Gejala di atas menunjukan adanya perbedaan- perbedaan bertingkat dalam masyarakat.


Perbedaan bertingkat tersebut dinamakan pelapisan sosial. Pelapisan sosial bersifat umum atau universal artinya selalu di temukan pada setiap kelompok sosial, baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Ada beberapa pendapat pakar tentang pelapisan sosial salah satunya adalah Plato, seorang filsuf (pemikir) yunani, mengatakan bahwa masyarakat negara dapat dibedakan menjadi tiga golongan yakni filsuf sebagai pemimpin negara, prajurit sebagai penjamin terlaksana hukum negara, dan rakyat (petani) sebagai warga negara. Adanya perbedaan dalam masyarakat juga di temukan pada murid plato yaitu aristoteles. Ia mengatakan bahwa masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang ada diantara keduanya.


Pendapat kedua pemikir tersebut mengisaratkan bahwa pada zaman kuno, manusia telah mengenal adanya pelapisan-pelapisan dalam masyarakat dalam wujud perbedaan golongan. Jadi pelapisan sosial itu adalah perbedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang tinggi sampai ke yang lebih rendah.atas menunjukan adanya perbedaan- perbedaan bertingkat dalam masyarakat.


1.2.  Tujuan


1.                Mengetahui pengertian status dan pelapisan masyarakat
2.                Mengetahui bagaimana terjadinya lapisan-lapisan dalam masyarakat
3.                Mengetahui dasar-dasar lapisan-lapisan dalam masyarakat
4.                Mengetahui perlunya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat





II. TINJAUAN PUSTAKA




2.1.  Pengertian Status Dan Pelapisan Masyarakat


Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial yakni pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Selenjutnya menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban serta tanggung jawab nilai-nilai sosial (Soekanto, 2012).


 Sedangkan menurut Theodorson dkk, di dalam Dictionary of Sociology, “Pelapisan Penduduk berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanen yangg terdapat di dalam sistem sosial (dari grup mungil hingga ke penduduk) di dalam pembedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan. Penduduk yangg berstratifikasi sering dilukiskan juga sebagai satu buah kerucut atau piramida, di mana lapisan bawah yaitu paling lebar dan lapisan ini menyempit ke atas (Rahmawati, 2013).



2.2.  Terjadinya Lapisan-Lapisan Dalam Masyarakat


Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Ada masyarakat lain yang menganggap kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Selatan (Soekanto, 2012).


Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universitas yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Pedoman untuk meneliti pokok-pokok terjadinya proses lapisan dalam masyarakat yaitu:
1.      Pada sistem pertentangan yang ada dalam masyarakat, sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu.
2.      Sistem lapisan dapat dianalisis dalam arti-arti.
a.       Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju kejahatan)
b.      Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan penghargaan)
c.       kriteria sistem pertentangan dapat bedasarkan kualitas pribadi, keanggotaan, kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan
d.      lambing-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi.
e.       Mudah sukarnya bertukar kedudukan
f.       Solidaritas diantara individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat (Soekanto, 2012).


Seperti yang telah diuraikan, ada pula sistem lapisan yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Hal tersebut biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan. Kekuasaan dan wewenang merupakan unsur khusus dalam sistem lapisan (Soekanto, 2012).


2.3.  Dasar-Dasar Lapisan-Lapisan Dalam Masyarakat

Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif banyak.  Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat.  Akan tetapi, kedudukanya yang tinggi itu bersifat kumulatif.  Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan.  Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat kedalam suatu lapisan adalah sebagai berikut :
1.      Ukuran kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas.  Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersngkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakain serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2.      Ukuran kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atasan.
3.      Ukuran kehormatan
Ukuran ini mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan.  Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas.  Ukuran semacam ini, banyak dijumpai oada masyarakat-masyarakat  tradisional.  Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4.      Ukuran ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.  Akan tetapi, ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaannya (Soekanto, 2012).


Ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan.  Akan tetapi ukuran-ukuran diatas amat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu.  Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia, golongan pembuka tanahlah yang dianggap menduduki lapisan tertinggi.  Kemudian menyusul para pemilik tanah yang walaupun bukan keturunan pembuka tanah, mereka disebut pribumi,sikep atau kuli kenceng.   Selanjutnya mereka yang hanya mempunyai pekarangan atau rumah saja (golongan ini disebut kuli gundul), dan akhirnya mereka hanya menumpang saja ditanah orang lain (Soekanto, 2012).


Lapisan atasan masyarakat tertentu, dalam istilah sehari-hari juga dinamakan “elite”.  Jadi disini yang pokok adalah nilai anggota, dan biasanya lapisan atasan merupakan golongan kecil dalam masyarakat yang mengendalikan masyarakat tersebut.  Kekayaan dapat dijumpai pada setiap masyarakat dan dianggap sebagai hal yang wajar, walaupun kadang-kadang tidak disukai oleh lapisan-lapisan lainnya apalagi bila pengendaliaannya tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat umumnya (Soekanto, 2012).



2.4.  Perlunya Sistem Berlapis-Lapis Dalam Masyarakat


Setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai akibat penempetan tersebut. Dengan demikian, masyarakat menghadapi dua persoalan, yaitu menempatkan individu tersebut dan mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya. Apabila kewajiban selalu sesuai dengan keinginan individu dan sesuai dengan kemampuannya maka persoalannya tak akan terlalu sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidaklah demikian dikarenakan kedudukan dan peranan tertentu sering memerlukan kemampuan dan latihan tertentu. Hal yang paling penting adalah individu mendapat hak-hak yang merupakan himpunan kewenangan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sering pula dijumpai hak-hak yang secara tidak langsung berhubungan dengan kedudukan dan peranan seseorang. Hak-hak tersebut di lain pihak juga mendorong individu untuk memperoleh kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat. Siapapun ingin menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat misalnya, karena dengan menduduki kedudukan tersebut akan diperoleh pula hak-hak tertentu (Soekanto, 2012).


Dengan demikian, sistem lapisan diperlukan masyarakat karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perananya. Jelas bahwa kedudukan dan peranan yang dianggap tertinggi oleh setiap masyarakat adalah kedudukan dan peranan yang dianggap terpenting serta memerlukan kemampuan dan latihan yang makimal. Oleh sebab itu, pada umumnya warga lapisan atas (upper class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah (middle class) dan lapisan bawah (lower class) (Soekanto, 2012).






III. PEMBAHASAN


3.1.  Artikel


Diposkan oleh      : viva.co.id
Pada                     : Jum'at, 3 Mei 2013 pukul 06:12 WIB



Pendidikan Kini Jadi Awal Stratifikasi Sosial?


VIVAnews – Hari Pendidikan Nasional selalu diperingati tiap tahun tanggal 2 Mei 2013, berbarengan dengan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, Menteri Pendidikan Nasional RI pertama yang merupakan pelopor pejuang pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia sejak masa penjajahan Belanda. Ki Hajar Dewantara pula yang mendirikan Perguruan Taman Siswa – lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan pada rakyat jelata untuk bisa memperoleh pendidikan seperti layaknya golongan bangsawan dan orang-orang Belanda pada masa pra-kemerdekaan RI.


Sampai saat ini Taman Siswa masih ada di Yogyakarta dan memiliki cabang di berbagai kota di Indonesia. Namun Rektor Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, Drs H Pardimin, mengungkapkan kekecewaannya dengan sistem pendidikan di Indonesia saat ini, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Menurutnya, pendidikan saat ini melenceng jauh dari cita-cita Ki Hajar Dewantara.


“Ibarat orang miskin tak boleh sakit karena biaya berobat mahal, maka orang miskin seperti tak boleh sekolah tinggi karena pendidikan sekarang merupakan barang mahal,” kata Pardimin kepada VIVAnews, Kamis 2 Mei 2013. Program-program tertentu di perguruan tinggi pun membutuhkan biaya yang luar biasa mahal. Padahal, ujar Pardimin, Ki Hajar Dewantara ingin mewujudkan pendidikan merata bagi semua orang. Ini diperparah dengan biaya masuk perguruan tinggi negeri di Indonesia yang saat ini justru beberapa di antaranya lebih mahal ketimbang biaya masuk perguruan tinggi swasta.


“Kalau seperti ini, maka pupus sudah harapan orang miskin menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi, karena perguruan tinggi milik pemerintah tak lagi berpihak kepada masyarakat miskin yang kian hari jumlahnya bertambah, bukannya berkurang,” kata Pardimin. Taman Siswa mendorong negara memberikan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Ia tidak setuju dengan anggapan kualitas pendidikan akan memburuk apabila digratiskan. “Kalau pemerintah punya anggaran untuk menggratiskan pendidikan, itu layak dicoba,” ujar Pardimin.


Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon juga mengkritik pendidikan di RI yang saat ini bagai menjadi awal dari stratifikasi (pembedaan) sosial di Indonesia. “Padahal konstitusi mengatur bahwa pemerintah atau negara harus menyediakan pendidikan berkualitas dan merata bagi setiap anak bangsa,” kata dia dalam catatan tertulis yang diterima VIVAnews. Berkembangnya sektor swasta yang masuk ke ranah pendidikan,  kata Fadli Zon, membuat negara seolah lepas tanggung jawab dalam memberikan pendidikan layak dan unggul. Akibatnya pendidikan cenderung menjadi industri untuk kepentingan bisnis, semakin pragmatis dan komersial.


“Kita bisa lihat dari adanya kebijakan Badan Hukum Pendidikan yang mendikotomikan sekolah negeri standar internasional atau bukan. Semua ini membuat proses pendidikan jadi wadah pemisah status  sosial,” ujar Fadli Zon. Untuk itu ia mengingatkan agar pendidikan jangan sampai menimbulkan kesenjangan sosial antara mereka yang mampu dan tak mampu secara ekonomi. Pendidikan di Indonesia harus bisa mencerdaskan dan memajukan semua anak bangsa, tanpa diskriminasi.Kesenjangan sosial dalam pendidikan ini terlihat dari tingginya angka anak putus sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengatakan ada 173 kabupaten yang hingga kini program wajib belajar 9 tahunnya tak tuntas.


Untuk itu Kemendikbud meluncurkan posko antiputus sekolah yang menyasar 173 kabupaten itu, termasuk yang terletak di daerah terpencil atau pulau kecil. Kemendikbud juga mengajak masyarakat umum untuk berpartisipasi menyukseskan posko antiputus sekolah itu. “Kami ingin memastikan anak-anak Indonesia bisa melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA,” kata Nuh. Kini sebagai tahap awal, pemerintah telah melakukan afirmasi dengan membangun 4.330 ruang kelas baru atau setara dengan pembangunan 1.516 sekolah baru.



3.2.  Tanggapan


Setelah membaca artikel dan membandingkannya dengan teori yang telah disampaikan, didapatkan hasil diskusi kelompok kami yaitu pendidikan kini menjadi awal stratifikasi sosial. Seperti yang disebutkan dalam kutipan artikel berikut ini.


“Ibarat orang miskin tak boleh sakit karena biaya berobat mahal, maka orang miskin seperti tak boleh sekolah tinggi karena pendidikan sekarang merupakan barang mahal,”


Kutipan artikel di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa proses pendidikan kini menjadi wadah pemisah status sosial dimana ukuran atau kriteria yang dipakai untuk menggolongkan adalah ukuran kekayaan. Biaya pendidikan yang mahal menimbulkan kesenjangan sosial antara mereka yang mampu dan tak mampu secara ekonomi sehingga menciptakan stratifikasi sosial. Kesenjangan sosial dalam pendidikan ini terlihat dari tingginya angka anak putus sekolah Berkembangnya sektor swasta yang masuk ke ranah pendidikan membuat negara seolah lepas tanggung jawab dalam memberikan pendidikan layak dan unggul. Akibatnya pendidikan cenderung menjadi industri untuk kepentingan bisnis, semakin pragmatis dan komersial. Pendidikan di Indonesia seharusnya bisa mencerdaskan dan memajukan semua anak bangsa, tanpa diskriminasi.





III. KESIMPULAN



Dari Pembahasan yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan bahwa
1.      Pelapisan sosial yakni pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
2.      Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat.
3.      Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat kedalam suatu lapisan adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan, ilmu pengetahuan.
4.      Sistem lapisan diperlukan masyarakat karena gejala tersebut memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perananya.




DAFTAR PUSTAKA



Soekanto, Soejono.2012.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rajawali Pers.

Rahmawati, Melina. 2013. Sistem Status dan Pelapisan Masyarakat Desa. https://melinarahmaw15.wordpress.com/bahan-kuliah/sosilogi-pedesaan-dan-pertanian/sistem-status-dan-pelapisan-masyarakat-desa/ Diakses pada 2 April 2015 pukul 12:13 WIB




0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Total Pageviews

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Buku Tugas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com