Tugas dan artikel

Sunday, October 16, 2016

POLA HUBUNGAN ANTAR SUKU BANGSA

Tugas : Responsi Mata Kuliah Sosiologi Pertanian
Oleh   : M. Hary Panuju, Ishmah Nurhidayati, Eka Wahyu R., Laely Savitry, Yuli Dwi S.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2016)


I.PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang


Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.  Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut, dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis.

Pada dasarnya, pola hubungan antar suku tergantung pada daerahnya tersebut, dan biasaya memiliki faktor – faktor yang mempengaruhi interaksinya.  Dan ada pula tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pola hubungan antar suku dan bangsa.  Pada pola tersebut, memiliki beberapa aspek penting yang mempengruhi terjadinya interaksi.  Seperti sumber – sumber konflik antar suku bangsa dan Potensi konflik terpendam karena permusuhan secara adat.

Oleh karena itu, disusunlah makalah ini untuk mengetahui apa saya yang termasuk dalam hubungan antar bangsa dan faktor- faktor penyebab terjadinya hubungan antar bangsa, mengingat pentingnya kerja sama dan saling ketergantungan antara suku bangsa satu dengan yang lainnya.  Sifat alamiah manusia adalah hidup berkelompok, saling menghormati, bergantung, dan saling bekerja sama.  Seperti halnya dalam hubungan antarbangsa, suatu bangsa satu dengan lainnya wajib saling menghormati, bekerja sama secara adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup baik antar suku bangsa ataupun antarbangsa.


1.2.  Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengertian pola hubungan antar suku bangsa.
2.      Mengetahui aspek-aspek dalam hubungan antar suku bangsa.
3.      Mengetahui upaya untuk menciptakan hubungan antar suku bangsa yang harmonis.
4.      Mengetahui perbandingan hasil pembahasan artikel dengan teori yang disampaikan.



II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.  Pengertian Pola Hubungan Antar Suku Bangsa

Hubungan antara manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana 
diharapkan, maka diciptakanlah norma-norma yang mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.  Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal ada empat pengertiannya, yaitu: Cara, kebiasaan, tata kelakuan dan adat.  Masing-masing pengertian tersebut mempunyai dasar yang lama, yakni merupakan norma-norma kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi tingkah laku seseorang di dalam kehidupannya dengan masyarakat (Soekanto, 2012).

Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola.  Sedangkan Suku bangsa atau kelompok etnik adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.

Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat berwujud sebagai komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau kelompok adat lainnya yang memunculkan cirri khas dari masyarakat tersebut. Dalam kenyataannya konsep suku bangsa sangatlah kompleks, karena dalam kenyataan batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat akan keseragaman kebudayaan tersebut dapat meluas maupun menyempit tergantung situasi dan kondisi pada saat itu.

Jadi, Pola hubungan antar suku bangsa adalah bentuk atau model atau lebih abstrak, suatu set peraturan yang digunakan untuk membuat atau untuk menghubungkan golongan-golongan  manusia yang anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama ataupun faktor kesamaan lainnya terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan.


2.2 Aspek-Aspek Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa


Koentjaraningrat (1967) menyatakan bahwa dalam menganalisis pola hubungan antar suku bangsabdan golongan, terdapat beberapa aspek-aspek penting, yakni:
A.  Sumber – Sumber Konflik Antar Suku Bangsa


Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.  Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. 

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.  Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Konflik bertentangan dengan integrasi.  Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.  Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.  Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.  Sumber-sumber konflik menurut Koentjaraningrat (1967), yakni:
1.    Persaingan untuk memperoleh mata pencaharian yang sama.
2.    Warga suatu bangsa memaksakan unsur-unsur kebudayaan kepada warga suatusuku bangsa lain.
3.    Memaksakan konsep-konsep agama terhadap warga suku bangsa lain yang berbeda agama.
4.    Usaha mendominasi suatu suku bangsa lain dengan politik.
5.    Potensi konflik terpendam karena permusuhan secara adat.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk penyelesaian konflik tersebut, yaitu :
a.    Abitrasi
yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga dalam hal ini pemerintah dan aparat penegak hukum yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak dengan memberikan sanksi yang tegas apabila. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal.
b.    Mediasi
yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
c.    Konsiliasi
yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
d.   Stalemate
yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur
e.    Adjudication (ajudikasi)
yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan dengan mengutamakan sisi keadilan dan tidak memihak kepada siapapun.
B.   Potensi Untuk Kerjasama


Potensi untuk kerjasama meliputi dua hal :
1.    Warga dua suku bangsa yang berbeda dapat bekerjasamaan di bidang social ekonomi karena masing – masing memperoleh mata pencaharian yang berbeda – beda dan saling melengkapi.
2.    Ada golongan ketiga yang dapat menetralisisir hubungan kedua suku bangsa yang berkonfilik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial, karena adanya :
1.    perbedaan sumber penghidupan atau mata pencaharian,
2.    adanya pemaksaan unsur-unsur kebudayaan dari suku bangsa lain,
3.    adanya fanalistik,
4.    adanya dominasi dari salah satu suku bangsa, dan
5.    adanya permusuhan atar suku secara adat.

Setiap suku bangsa atau kelompok manusia mempunyai potensi bagi terciptanya konflik sosial, sebab setiap manusia dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan manusia lain di dalam kelompoknya maupun yang berada di luar kelompoknya.  Pada saat berinteraksi inilah konflik sosial dapat terjadi, karena adanya perbedaan kepentingan dan pandangan dari masing-masing pihak yang beriteraksi tersebut. 

Hanya saja besar kecilnya konflik sosial yang terhadi sangat ditentukan bagaimana cara kelompok atau suku bangsa tersebut memandang perbedaan-perbedaan yang terjadi.  Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menjadi potensi kerjasama yang harmonis jika kedua suku bangsa menanggapi setiap perbedaan dari segi positif-negatif bukan hanya dari segi negatifnya saya.


C.  Aneka Warna Bentuk Masyarakat Desa


Aneka warna bentuk masyarakat desa diklasifikasika ke dalam empat macam prinsip hubungan yang mengikat sekelompok orang – orang desa yaitu :
a.   Prinsip hubungan kekerabatan

Hubungan kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara tiap entitas yang memiliki asal-usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis, sosial, maupun budaya. Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah. Hubungan keluarga dapat dihadirkan secara nyata (ibu, saudara, kakek) atau secara abstrak menurut tingkatan kekerabatan.

b.    Prinsip hubungan tingkat dekat

Hubungan tingkat dekat merupakan hubungan antar individu ataupun kelompok yang memiliki kedekatan baik secara fisik maupun emosionalnya, prinsip hubungan lain seperti prinsip yang terbentuk karena adanya kebudayaan luar yang masuk kedalam masyarakat atau kelompok etnik tertentu, ataupun hubungan-hubungan karena tujuan tertentu dan kerjasama serta konflik yang terjadi dalam suku bangsa di masyarakat pedesaan.

c.    Prinsip hubungan yang timbul dari dalam masyarakat pedesaan sendiri tetapi datang dari atas desa,
d.   Prinsip tujuan khusus,
e.    Kerjasama dan konflik,

D.  Mengikat Warga Desa Menjadi Persekutuan Hukum

Masing-masing prinsip hubungan desa tersebut mengikat warga desa menjadi persekutuan hukum, yakni:
1.    Persekutuan  hukum genealogis

Persekutuan Genealogi adalah faktor yang mementingkan adanya pertalian darah suatu keturunan yang dalam kenyataannya tidak menduduki peranan yang penting dalam timbulnya suatu persekutuan hukum.

Persekutuan genealogis, apabila seseorang menjadi anggota per­sekutuan tergantung daripada pertanyaan, apakah orang itu masuk suatu keturunan yang sama.Dalam hal ini ada 3 macam dasar pertalian keturunan sebagai berikut:
·      Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal), seperti pada suku Batak, Nias, Sumba.
·      Pertalian darah menurut garis ibu (matrilineal), seperti di Mi­nangkabau.
·      Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak (parental), seperti pada suku Jawa, Sunda, Aceh, Dayak; di sini untuk menentukan hak-hak dan kewajiban seseorang, maka famili dari pihak bapak adalah sama artinya dengan famili dari pihak ibu.

2.    Persekutuan hukum teritorial

Persekutuan hukum teritorial adalah faktor yang terkait pada suatu daerah tertentu yang memiliki peranan terpenting dalam timbulnya suatu persekutuan hukum.  Persekutuan teritorial, apabila keanggotaan seseorang tergantung daripada bertempat tinggal di dalam lingkungan daerah persekutuan itu atau tidak.  

Ada 3 jenis persekutuan hukum teritorial yaitu:
a.    Persekutuan desa:
Apabila ada segolongan orang terikat pada satu tempat kediaman; juga apabiia di dalamnya termasuk dukuh-dukuh yang terpencil yang tidak berdiri sendiri, sedang para pejabat pemerintahan desa boleh di­katakan semuanya bertempat tinggal di dalam pusat kediaman itu.
Contoh: desa di Jawa dan di Bali.

b.    Persekutuan daerah:
Apabila di dalam suatu daerah tertentu terletak beberapa desa yang masing-masing mempunyai tata-susunan dan pengurus sendiri-sen­diri yang sejenis, berdiri sendiri-sendiri tetapi semuanya merupakan bagian bawahan dari daerah; daerah memiliki harta-benda dan menguasai hutan dan rimba di antara atau dikeliling tanah-tanah yang ditanami dan tanah-tanah yang ditinggalkan penduduk desa itu.
Contoh: Kuria di Angkola dan Mandailing yang mempunyai hutan-­hutan di dalam daerahnya.  Marga di Sumatera Selatan dengan dusun-dusun di dalam daerahnya.

c.    Perserikatan (beberapa kampung).
Apabila beberapa persekutuan kampung yang terletak berdekatan mengadakan permufakatan untuk memelihara kepentingan-kepentingan bersama, misalnya akan mengadakan pengairan. Dari ketiga jenis tersebut di atas, yang semuanya berlandaskan pada faktor teritorial, persekutuan desa-lah yang menjadi pusat per­gaulan hidup sehari-hari.

3.    Persekutuan hukum atas kebutuhan yang disebabkan faktor ekologis.
4.    Persekutuan huku atas kebutuhan yang ditentukan karena ikatan dari atas desa.


2.3    Upaya Untuk Menciptakan Hubungan Antar Suku Bangsa Yang Harmonis

Pandangan dan penilaian terhadap suatu etnis atau suku bangsa tersebut sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dan sampai sekarang penelitian tentang hubungan antar etnis yang berbeda-beda terutama di Indonesia masih sedikit. Sehingga cukup kesulitan apabilakita ingin mengetahui sejauh mana kontak antar etnik dalam masyarakat Indonesia terjadi dan mendeskripsikan karakteristik dari tiap etnik atau suku bangsa tersebut.

Pada masyarakat Indonesia hubungan antar suku bangsa itu sering dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dan penilaian-penilaian diantara mereka yang selama ini sudah terbentuk. Walaupun pandangan-pandangan dan penilaian-penilaian itu sifatnya relative dan berubah-ubah, namun ada kecenderungan menjadi pegangan awal bagi sukubangsa tertentu apabila pertama kali melakukan kontak hubungan kerjasama dengan suku bangsa yang berbeda.

Hubungan antar etnik atau suku bangsa sangat bervariasi, bahkan kadang reaksinya berbeda-beda, tidak semuanya bisa menimbul-kan konflik, tidak semuanya pula menjadikan suatu hubungan kerjasamayang harmonis, Kasus yang terjadi ketika konflik antara orang Madura dengan orang Dayak di Kalimantan Barat, tetapi tidak terjadi antara orangdayak dengan orang Jawa, padahal orang jawa juga banyak yang tinggaldi Kalimantan Barat.

Upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan saling kerjasama diantara suku-suku bangsa yang berbeda-beda di negara-negara multi etnik seperti Indonesia merupakan masalah yang cukupberat.  Berbagai upaya harus dilakukan secara terus menerus oleh semuapihak baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Upaya untuk menciptakan hubungan antar etnis dan suku bangsa yang harmonis bisa dilakukan dengan memperluas kesempatan terjadinya kontak antar golongan etnis sejak dari usia dini sampai dengan orangdewasa melalui berbagai kegiatan, birokrasi, bisnis, pendidikan, olahraga, kesenian dan sebagainya.  Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dari berbagai upaya tersebut menghasilkan reaksi terbalik, yaitu menciptakan dan memperkuat prasangka golongan etnis atau suku bangsa tertentu.

Beberapa konsidi yang tidak menguntungkan yang cenderung memperkuat prasangka adalah:
a.    Bila situasi kontak menciptakan persaingan diantara berbagai golongan;
b.    Bila kontak yang terjadi tidakmenyenangkan, dipaksakan dan tegang.
c.    Bila situasi kontak menghasilkan rasa harga diri atau status dari salah satu golongan direndahkan.
d.   Bila warga dari suatu golongan atau golongan sebagai keseluruhan sedangkan mengalami frustasi (misalnya baru saja mengalami kegagalan atau musibah, depresi ekonomi, dansebagainya), kontak dengangolongan lain bisa membentuk pengkambinghitaman etnis.
e.    Bila kontak terjadi antara berbagai golongan etnis yang mempunyai moral atau norma-norma yang bertentangan satu sama lain.
f.     Bila dalam kontak antar golongan mayoritas dan golongan minoritas, para warga dari golongan minoritas statusnya lebih rendah atau berbagai karakteristiknya lebih rendah dari golongan mayoritas .



III. PEMBAHASAN

3.1.  Artikel


Diposkan oleh      : Libertina Widyamuri Ambar
Pada                     : Sabtu, 9 April 2016 22:35 WIB


Festival Budaya Internasional Kuatkan Hubungan Antar Bangsa


Jakarta (Antara Babel) - Festival Bahasa dan Budaya Internasional, atau yang dikenal dengan "International Festival Language and Culture" (IFLC) dapat menjadi inspirasi dan memperkuat hubungan antar bangsa, kata Asisten Deputi Pengembangan SDM,  Kementerian Pariwisata, Wisnu Tarunajaya pada pembukaan IFLC ke-14 di Jakarta, Sabtu.

"Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 500 suku bangsa, dengan 700 bahasa daerah. Beragam tradisi, tarian, musik, dan sistem hidup bersatu dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika," ujarnya.  Demikian pula, lanjut dia, kekayaan budaya dan bahasa dari seluruh bangsa di dunia merupakan dasar untuk menguatkan hubungan antar bangsa dan negara.

Sementara itu, Presiden IFLC Indonesia, Prof. Dr. Didik J Rachbini menjelaskan, budaya merupakan media untuk mengekspresikan identitas suatu masyarakat dan bangsa.  "Saling menghormati dan menghargai nilai-nilai budaya bangsa di dunia akan memperkuat hubungan dan menciptkan peradaban manusia yang lebih baik pada masa kini dan mendatang," ujarnya.
IFLC merupakan rangkaian festival dan  budaya yang pertama kali diselenggarakan pada 2003 di Turki. Festival internasional ini mempromosikan bahasa dan budaya dari berbagai bangsa sekaligus mendidik generasi muda untuk saling berbagi keragaman tersebut dalam menciptakan perdamaian, persaudaraan, dan saling pengertian.

Selama 13 tahun IFLC digelar di berbagai negara dan diramaikan oleh 145 negara dengan lebih dari 2000 pelajar sebagai peserta. Mereka menampilkan budaya unik dari masing-masing negara, seperti musik, tarian, dan aksi budaya lainnya.  IFLC 2016 diikuti setidaknya seratus pelajar dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Albania, Aljazair, Azerbaijan, Belarusia, Belgia, Filipina, India, Kyrgystan, Maladewa, Mesir, Serbia, Tajikistan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


3.2.  Tanggapan

Setelah membaca artikel dan membandingkannya dengan teori yang telah disampaikan, didapatkan hasil diskusi kelompok kami yaitu festival budaya merupakan salah satu cara untuk menciptakan hubungan antar suku bangsa yang harmonis.

Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 500 suku bangsa, dengan 700 bahasa daerah. Keberagaman ini tentu bisa menimbulkan konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.  Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan saling kerjasama diantara suku-suku bangsa yang berbeda-beda di negara-negara multi etnik seperti Indonesia merupakan masalah yang cukup berat. 

Upaya untuk menciptakan hubungan antar etnis dan suku bangsa yang harmonis bisa dilakukan dengan memperluas kesempatan terjadinya kontak antar golongan etnis sejak dari usia dini sampai dengan orang dewasa melalui berbagai kegiatan, birokrasi, bisnis, pendidikan, olahraga, kesenian dan sebagainya. Festival budaya dapat memperkenalkan bahasa dan budaya dari berbagai suku bangsa sekaligus mendidik generasi muda untuk saling berbagi keragaman tersebut dalam menciptakan perdamaian, persaudaraan, dan saling pengertian.


IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dari penjelasan teori diatas adalah sebagai berikut :
1.    Pola hubungan antar suku bangsa adalah bentuk atau model atau lebih abstrak, suatu set peraturan yang digunakan untuk membuat atau untuk menghubungkan golongan-golongan  manusia yang anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama ataupun faktor kesamaan lainnya terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan.
2.    Koentjaraningrat (1967) menyatakan bahwa dalam menganalisis pola hubungan antar suku bangsabdan golongan, terdapat beberapa aspek-aspek penting, yakni sumber – sumber konflik antar suku bangsa, potensi untuk kerjasama, aneka warna bentuk masyarakat desa, dan mengikat warga desa menjadi persekutuan hukum.
3.    Upaya untuk menciptakan hubungan antar etnis dan suku bangsa yang harmonis bisa dilakukan dengan memperluas kesempatan terjadinya kontak antar golongan etnis sejak dari usia dini sampai dengan orangdewasa melalui berbagai kegiatan, birokrasi, bisnis, pendidikan, olahraga, kesenian dan sebagainya.  Akan tetapi terdapat Beberapa konsidi yang tidak menguntungkan yang cenderung memperkuat prasangka.


0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Total Pageviews

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Buku Tugas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com