Tugas dan artikel

Wednesday, March 21, 2018

PASCA PANEN KARET

Tugas : Praktikum Produksi Tanaman Perkebunan
Oleh   : Ishmah Nurhidayati
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2017




PEMBAHASAN



Menurut UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pasca panen antara lain meliputi kegiatan transportasi hasil, pembersihan, pengupasan dan pengawetan. Kegiatan pasca panen yang akan dibahas adalah penanganan hasil panen setelah sampai di tempat pengolahan hasil sebelum hasil dilakukan pengolahan seperti pengupasan, fermentasi, penggumpalan, perngeringan, dan pengolahan hasil (Evizal,2013).

Pengolahan pasca panen pada karet adalah sebgai berikut.

1.    Cara memperlakukan lateks

a.    Pengumpulan Lateks Dalam Kebun.

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, dalam melakukan pengumpulan lateks hasil penyadapan di kebun, faktor kebersihan  merupakan syarat terpenting yang harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang dalam pekerjaan pengumpulan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran-kotoran tersebut dapat menyebabkan pula terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah. 

Untuk menghindarkan terjadinya prakoagulasi tersebut, usaha menghindarkan masuknya kotoran ke dalam lateks tidak hanya dilakukan pada saat penyadapan, tetapi juga dalam persiapan sebelum penyadapan di. mulai. Usaha-usaha membersihkan bidang sadap, talang atau spout, saluran sadap, mangkok dan ember-ember pengumpul sebelum dan pada saat me nyadap merupakan pekerjaan yang perlu diperhatikan benar-benar. 
Pengumpulan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti (late drops) dapat dilakukan pengumpulan kedua. 

Lateks dari mangkok dituangkan ke dalam ember pemupul (kencleng). Untuk membersihkan lateks dalam mangkok digunakan spatel. Tetapi jangan sekali-kali menggunakan kain, rumput-rumputan atau daun-daun kering. Bila lateks dalam ember pemupul sudah terkumpul banyak, lateks dipindahkan ke dalam ember pengumpul (oblong). Waktu menuangkan lateks dari ember pemupul ke dalam ember pengumpul harus dijaga agar tumpahnya perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya prakoagulasi. 

Setelah selesai pengumpulan lateks, ember-ember pengumpul janganlah ditaruh di tempat yang panas atau kena sinar matahari langsung, karena kenaikan suhu di dalam cairan lateks dapat mengakibatkan pemuaian butir-butir karet sehingga akan terjadi prakogualasi. 

Pada waktu penimbangan atau pengukuran hasil sadapan para penyadap, mandor atau asisten penerima lateks harus berusaha membuang kotoran-kotoran atau lump yang kemungkinan ada dalam ember pengumpul. 

'Dalam keadaan tertentu,pada saat pengumpulan lateks biasa juga digunakan obat anti koagulasi untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi sesungguhnya pemakaian obat anti koagulasi ini harus diba tasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena dapat membawa akibat yang kurang menguntungkan, yaitu memakan biaya yang cukup besar dan kadang kadang lateks yang dibubuhi obat anti koagulasi memerlukan larutan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi dapat menghambat proses pengeringan. 

Adapun bahan kimia yang digunakan sebagai anti koagulan adalah larutan soda (Na2CO3), amoniak (NH3) dan Natrium-sulfit (Na2SO3). Kebutuhan anti koagulan untuk tiap liter lateks kebun adalah sebanyak : 5 -10 cc larutan soda 10% atau 5 -10 cc larutan amoniak 2 -2,5% atau 5 -10 cc larutan Natrium Sulfit.
b.   Penerimaan Lateks. 

Dari lateks hasil penyadapan, dapat ditentukan : 

(1) Bobot atau isinya 

Caranya adalah sebagai berikut : Penyadap menuangkan lateks dari ember-ember pengumpul ke dalam ember-ember takaran melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2 mm maksudnya untuk menahan lump yang terjadi karena prakoagulasi. Dengan demikian hasil penyadapan seorang penyadap dapat diketahui. Selain penentuan basil penyadapan atas dasar volumenya, dapat juga ditetapkan beratnya. Untuk maksud tersebut hasil lateks ditimbang sehingga diketahui bobotnya. 

(2) Kadar karat keringnya (KKK) 

Dari lateks hasil penyadapan seorang penyadap diambil contoh lateks sebanyak 50 cc dengan takaran yang diketahui volumenya. Lateks tersebut kemudian diwadahi dalam mangkok yang bernomor, sesuai dengan nomor penyadap. Kemudian dibubuhi 10 cc asam cuka 2% atau asam semut 1%. Koagulasi berlangsung dengan cepat. Koagulum diambil, diremas-remas dan kemudian digiling dalam kilang tangan sampai terbentuk lembaran yang tipis. Lembaran dikeringkan dengan menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan diketahui berat basah. Dengan menggunakan nangka faktor pengeringan yang berlaku di perkebunan yang bersangkutan, maka kadar karet keringnya akan segera diketahui.Penentuan Kadar Karet Kering sangat penting dalam usaha mencegah terjadinya kecurangan para penyadap. 

c.    Pengangkutan Lateks

Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan di kebun kemudian diangkut dengan tangki pengangkut ke pabrik. Tangki pengangkut ada yang ditarik dengan traktor, tetapi ada pula yang terpasang pada truk-truk tangki. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu terguncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, ke dalam tangki perlu dimasukkan obat anti koagulasi untuk mencegah terjadinya prakoagulasi tersebut. 

Volume tangki pengangkut biasanya antara 2000 -3000 liter. Tangki dibuat dari bahan aluminium dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipasang dan dilepas pada/dari alat penarik (truk/traktor), dan juga mudah dibersihkan. 

Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks  dapat diangkut ke pabrik pusat agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari semua bagian kebun dalam satu atau beberapa bak pencampur di pabrik, sehingga dengan demikian dapat diharapkan hasil yang seragam. Jika keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi di kebun, maka jumlah yang dikoagulasi harus sedapat mungkin dibatasi. Cara terakhir ini kalau lateks diolah unluk menjadi crepe tidak menjadi masalah. 

d.   Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Lateks

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, di antaranya adalah : 

1)   faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon)
2)   iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil) 
3)   alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yag baik terbuat dari alumunium, baja tahan karat)
4)   pengangkutan
5)   kualitas air dalam pengolahan.
6)   bahan-bahan kimia yang digunakan.
7)   Komposisi lateks. ’


2.    Prakoagulasi

Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian ini sering terjadi di areal perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet yang bukan jenis baku dan kualitasnya pun rendah. 

a.    Penyebab Terjadinya Prakoagulasi

Prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang lebih besar ini akan membeku. lnilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi. 

Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspense koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus saringan. 

Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata, biasa disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang larut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim, dan lain-lain termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan atau dipancarkan. 

Komponen kedua ini terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Sebenarnya sistem koloidal bisa dipertahankan agak lama, sampai satu hari lebih, sebab bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan tipis sejenis protein mempunyai kestabilan sendiri. Stabilisatornya adalah lapisan protein yang mengelilingi tersebut. Dengan berkurangnya kestabilan ini terjadilah prakoagulasi. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi. Bukan hanya penyebab dari dalam seperti jenis karet yang ditanam atau bahan-bahan enzim saja, melainkan juga hal-hal dari luar seperti keadaan cuaca dan sistem pengangkutan yang seolah tak berhubungan. 

Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut. 

A. Jenis karet yang ditanam 
Perbedaan antara jenis yang ditanam akan menghasilkan lateks yang berbeda-beda pula. Otomatis kestabilan atau kemantapan koloidalnya berbeda. Klon-klon tertentu ada yang rendah kadar kestabilannya. Namun, banyak pula jenis karet yang mempunyai kadar kestabilan koloidal yang tinggi. Kadar kestabilan koloidal ini sedikit banyak berpengaruh terhadap faktor lain yang juga mampu menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

B. Enzim-enzim 
Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya suatu reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah kecil. Cara kerjanya adalah dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan-bahan karet. Akibatnya, kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulasi. Biasanya enzim-enzim mulai aktif setelah lateks keluar dari batang karet yang disadap, 

C. Mikroorganisme atau jasad renik 
Mikroorganisme banyak terdapat di lingkungan perkebunan karet. Jasad ini dapat berada di pepohonan, udara, tanah, air, atau menempel pada alat-alat yang digunakan. Lateks yang berasal dari pohon karet yang sehat dan baru disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari mikroorganisme.Tetapi, pohon yang baru disadap mudah sekali terinfeksi oleh jasad-jasad renik. Apabila mikroorganisme masuk ke dalam getah yang baru disadap, dan melakukan aktivitas hidup di da|amnya maka akan terjadi reaksi dengan senyawasenyawa yang terkandung dalam lateks. Akibatnya, timbul senyawa-senyawa seperti asam dan sejenisnya. Bila banyak mikroorganisme dalam lateks maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula. lni memungkinkan terjadinya prakoagulasi. Oleh karena itu, kebersihan kebun serta alat-alat yang digunakan perlu dijaga agar jumlah mikroorganisme yang merugikan dapat ditekan. 

D. Faktor cuaca atau musim 
Faktor cuaca atau musim sering menyebabkan timbulnya prakoagulasi. Pada saat tanaman karet menggugurkan daunnya (musim gugur daun) prakoagulasi terjadi lebih sering. Begitu juga pada saat musim hujan. ltulah sebabnya penyadapan pada saat banyak turun hujan sering tidak dilakukan di perkebunan-perkebunan. Selain pelaksanaannya sulit, juga untuk mencegah prakoagulasi. Akan tetapi, bila tindakan pencegahan prakoagulasi telah dilaksanakan maka penyadapan pada musim hujan bisa terus dilakukan. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas matahari. 

E. Kondisi tanaman 
Tanaman karet yang sedang sakit, masih muda, atau telah tua bisa mempengaruhi prakoagulasi. Penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap akan menghasilkan lateks yang kurang mantap, mudah menggumpal. Hasil sadapan dari tanaman yang menderita penyakit fisiologis sering membeku di dalam mangkok. Sedangkan tanaman karet tua dan sakit-sakitan sering menghasilkan lateks yang sudah membeku di atas bidang sadap. 

F. Air sadah 
Air sadah atau hard water adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam. Apabila air ini tercampur ke dalam lateks maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat. Untuk menjaga jangan sampai air sadah dipakai dalam pengolahan maka dilakukan analisis kimia. Derajat kesadahan air yang masih mungkin digunakan adalah 6°J (derajat Jerman). 

G. Cara pengangkutan 
Sarana transportasi, baik jalan atau kendaraan, yang buruk akan menambah frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan yang berguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal. Jarak yang jauh yang menyebabkan lateks baru tiba di tempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena terik matahari di perjalanan juga dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi. 

H. Kotoran atau bahan-bahan lain yang tercampur 
Prakoagulasi sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam. Air yang kotor juga berpengaruh sama. Lateks dari kebun karet rakyat biasanya lebih banyak tercampur kotoran atau bahan-bahan lain daripada lateks hasil perkebunan besar swasta atau milik pemerintah.


b.   Tindakan Pencegahan Prakoagulasi dan Zat Antikoagulan

Prakoagulasi dapat dicegah atau dikurangi dengan menambahkan zat-zat tertentu yang lazim disebut anti-koagulan. Namun, sebelum menggunakan antikoagulan perlu diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya prakoagulasi. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Apabila prakoagulasi disebabkan oleh penyakit fisiologis maka tindakan kultur teknis perlu dilakukan terhadap tanaman karet yang tengah menderita. Begitu juga apabila ternyata penyebab prakoagulasi adalah masa penyadapan yang belum waktunya atau tanaman karet sudah terlalu tua. 

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi antara lain.

1)   Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun pengangkutan. Spouts, mangkuk penampung lateks, ember, dan lain-lainnya harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan. Seandainya akan diangkut dengan kendaraan maka sarana jalan yang kurang baik perlu diperbaiki.
2)   Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran, atau air got.
3)   Memulai penyadapan pada pagi hari sebeium matahari terbit agar lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Keuntungan lain dari penyadapan sebelum matahari terbit adalah mempertinggi jumlah lateks yang dapat dihasilkan oleh pohon karet. Apabila lateks sudah dikumpulkan maka pengangkutan tidak boleh ditunda lagi agar secepat mungkin dapat diolah. 

Apabila langkah-langkah pencegahan di atas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang diinginkan maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada beberapa macam. tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya zat tersebut, dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagulasi. Dalam pemakaiannya zat antikoagulan bisa digabung untuk menambah daya antikoagulasinya, bisa dua macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Namun, hal ini sebenamya tidak perlu. Berikut ini contoh dari beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat-tempat pengolahan karet. 

1. Soda atau Natrium karbonat 

Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau natrium karbonat memang lebih murah. Karena itu, soda banyak digunakan di pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana. Akan tetapi, zat ini tidak dianjurkan digunakan pada pabrik yang akan mengolah lateks menjadi ribbed smoked sheets atau RSS karena sheet kering yang dihasilkannya akan bergelembung gelembung atau bubbles. Namun. bila pada keadaan tertentu tidak ada zat antikoagulan yang lain, penggunaan soda pada bahan karet yang nantinya akan dijadikan sheet masih diperkenankan. yang penting harus dijaga agar jumlah soda tidak terlalu banyak. Bila akan melakukan hal ini, ada baiknya juga melakukan pengukuran kadar karbonat atau bikarbonat pada air yang digunakan. Kedua zat tersebut dapat mempengaruhi timbulnya gas karbon dioksida yang tampak berupa gelembung-gelembung. Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolah menjadi crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml larutan soda tanpa air kristal (soda ash) 10% setiap liter lateks. Berarti, dalam 5-10 ml larutan soda tersebut terdapat 0.5-1 9 soda ash.

2. Amonia 

Zat anti koagulan yang satu ini termasuk banyak digunakan. Apabila segala sesuatunya dilakukan dengan benar dan cermat maka hasil yang didapat dengan menggunakan amoniak akan memuaskan. Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi amonia secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis amonia yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 ml larutan amonia 2,5% untuk setiap liter lateks. Misalkan amonia yang digunakan berkadar 20% maka jumlah amonia yang dibutuhkan adalah 0,6-1,2 ml. Bila dengan dosis seperti ini prakoagulasi belum bisa dicegah, dosisnya dapat dinaikkan 2 kali Iipat atau menggunakan larutan amonia yang berkadar 5%. 

3. Formaldehida 

Pemakaian formaldehida sebagai anti koagulan paling merepotkan dibanding zat lainnya. Banyak hal yang perlu diperhatikan dan dijaga apabila menggunakannya. Formaldehida kurang baik apabila digunakan di musim hujan. Apabila disimpan, zat ini sering teroksidasi menjadi asam semut atau asam format. Asam semut dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur dengan lateks. Oleh karena itu, formaldehida yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak. Jika menunjukkan reaksi asam maka larutan tersebut dapat membekukan lateks. Pemeriksaan kadar keasaman dapat dilakukan dengan kertas lakmus atau blue litmus paper. Bila dicelupkan dalam larutan yang bersifat asam maka kertas lakmus akan berubah menjadl merah. 

Formaldehida yang bereaksi asam harus dinetralkan sebelum digunakan sebagai antikoagulan. Cara menetralkannya dengan menambah zat yang bersifat basa, seperti natrium hidroksida atau lebih dikenal dengan nama soda kaustik Setelah larutan formaldehida bereaksi netral baru aman digunakan. Pemakaiannya dengan cara dimasukkan ke dalam ember atau tangki-tangki penyimpan atau penampung lateks. Bila formaldehida digunakan dalam mangkuk-mangkuk penampung lateks, dalam beberapa jam saja zat ini akan berubah menjadi asam semut. Selain sebagai antikoagulan. formaldehida juga bisa digunakan sebagai desinfektan atau pembunuh kuman/mikroorganisme. 

Formaldehida yang dipakai sebagai antikoagulan dalam lateks yang diolah menjadi sheets sering menyebabkan sheet yang dihasilkan berwarna lebih muda/pucat. Karet yang rapuh atau short sering terjadi akibat pemakaian formaldehida terlalu berlebihan. Peristiwa ini dikenal dengan istilah shortnes. Dengan berbagai kelemahannya ternyata formaldehida tetap banyak digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagulasinya Misalkan menggunakan formalin 40% maka jumlah yang dibutuhkan adalah 0,6-1,3 ml. 

4. Natrium sulfit 

Apabila gejala prakoagulasi tampak jelas maka pemakaian natrium sulfit sebagai alat pencegahnya dapat dikatakan terlambat. Bahan ini tidak tahan lama disimpan. Apabila ingin dipergunakan maka harus dibuat terlebih dahulu. Dalam jangka sehari saja akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat. Bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi lenyap. Selain sebagai antikoagulan, natrium sulfit juga bisa memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter lateks. Untuk membuat larutan seperti itu dibutuhkan natrium sulfit tanpa air kristal sebanyak 0,5-1 g. 

Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheets atau RSS rata-rata menggunakan amonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe, antikoagulan yang biasa digunakan adalah soda atau natrium sulfit. Sedangkan formaldehida walau dapat digunakan untuk jenis ribbed smoke sheet dan crepe, tetapi pemakaiannya kurang dianjurkan.Untuk mendapatkan dosis antikoagulan yang paling tepat dapat dicoba dengan dosis rendah terlebih dahulu. Apabila belum mencukupi maka dosis dinaikkan sedikit demi sedikit. Untuk patokan dapat digunakan dosis seperti yang teiah disebutkan di atas. 

Zat antikoagulan harus diberikan secepat mungkin setelah lateks disadap. Apabila mungkin, penambahan antikoagulan pada mangkuk-mangkuk penampung lateks perlu dilakukan, kecuali untuk formaldehida. Dengan cara ini, pencegahan prakoagulasi berjalan lebih efektif. Cara ini membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk menaruh antikoagulan pada setiap mangkuk pada batang karet yang disadap, berarti juga penambahan biaya.

Beberapa perkebunan menaruh zat antikoagulan pada setiap mangkuk batang karet yang disadap. Cara ini memerlukan banyak biaya. Untuk menghemat biaya. sebagian areal karet yang letaknya jauh dan tempat pengolahan, zat antikoagulannya ditaruh di mangkuk. Sedangkan sebagian areal yang dekat dengan tempat pengolahan, zat antikoagulannya ditaruh di dalam ember atau tangki-tangki penampungan. 

Penambahan antikoagulan pada ember atau tangki penampungan terhitung kurang efektif. Lebih tidak efektif Iagi apabila antikoagulan ditambahkan setelah lateks tiba di tempat pengolahan. Penambahan di tempat pengolahan biasanya sudah tidak berguna lagi. Formaldehida sering ditambahkan di tempat pengolahan, tetapi maksudnya sebagai desinfektan atau pemati kuman. 

Gejala-gejala prakoagulasi yang sudah muncul menunjukkan tanda bahwa lateks harus segera diolah. Setiap penundaan akan mengakibatkan penambahan jumlah lumps sehingga hasil pengolahan menjadi kurang baik atau off grades dan tidak memenuhi standar jenis-jenis baku atau standard grades.


3.Pengolahan Lateks

Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik, apabila tidak diolah dengan optimal akan mendapatkan harga yang rendah. Oleh karena itu pengolahan karet harus diperhatikan dengan baik, sehingga diperoleh hasil olahan karet yang bermutu dan berharga jual tinggi. 

A. Alat Dan Bahan 

Ada beberapa alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat-alat ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam. Berikut ini adalah alat dan bahan yang banyak ditemui dalam pengolahan karet. 


a. Mesin penggilingan 
Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, mesin ini sering disebut baterai sheet. Baterai sheet ada yang terdiri dari 4, 5, atau 6 gilingan beroda dua. Baterai sheet yang memiliki 4 gilingan beroda dua contohnya adalah merek Cadet. Sedangkan yang memiliki 5 dan 6 gilingan beroda dua masing-masing contohnya adalah merek Aristo dan Six in One. Kapasitas setiap jenis baterai sheet berbeda dan tergantung pada ketebalan sheet yang akan dibuat. 

Mesin penggilingan untuk karet crepe dikenal dengan nama baterai crepe. Jumlah gilingan beroda dua yang ada biasanya 3, 4, atau 5 gilingan. Baterai crepe dengan 3 gilingan beroda dua biasanya kurang mernberi hasil gilingan yang memuaskan, yang paling baik adalah baterai crepe dengan 5 gilingan. 

Ada mesin yang semi otomatis dan ada juga yang seluruhnya otomatis. Mesin otomatis lebih melancarkan pekerjaan penggilingan, tetapi harganya sangat mahal Perkebunan-perkebunan kecil serta petani karet yang mengerjakan sendiri pengolahan lateksnya menggunakan mesin yang digerakkan oleh tangan. Sewaktu penggilingan, mesin-mesin berjalan terus menerus. Pada gilingan terakhir selalu terdapat patron yang disebut  printer. Bentuk patron  adalah spiral. Di antara jurusan spiral dan sumbu terdapat sudut kira-kira 65°. Patronlah yang memperbesar permukaan sheet serta bisa mempercepat jalannya pengeringan. Lebar dan dalam alur-alur patron menentukan besarnya ukuran patron. Hal ini harus disesuaikan dengan ketebalan  sheet yang dihasilkan. Kebalikannya bila ukuran patron telah ditentukan maka ketebalan sheet yang dibuat harus disesuaikan dengan patronnya.

b. Tangki atau bejana koagulasi 
Ta ngki yang banyak dipakai pada era sebelum Perang Dunia II terbuat dari arnit 
atau ebonit, sesudahnya digunakan tangki yang terbuat dari aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya (10 x 3 x 16) kaki. Tangki yang berukuran besar ini disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil Untuk menyekat digunakan pelat-pelat aluminium. Ada juga yang menggunakan tangki dengan ukuran (300 x 70 x 40) cm.Tangki ini disekat lagi menjadi ruang-ruang kecil sejumlah 75--90 dengan pelat-pelat aluminium. Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya. fungsi tangki atau bejana digantikan oleh loyang-loyang yang mempunyai kapasitas olah antara 10-15 liter. 

c. Rumah pengeringan 
Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan.Tinggi ruangan biasanya dibuat tidak lebih dari 6 m. Untuk rumah pengering bertingkat tingginya hanya antara 3-4 m. Di dalam rumah pengeringan terdapat gantar-gantar dari kayu jati dengan tebal 4-5 cm untuk menggantungkan karet crepe yang akan dikeringkan. Gantar dari bambu kurang baik karena licin.

Rata-rata rumah pengeringan menggunakan alat pemanas untuk mempercepat pengeringan. Cara pemanasan yang paling banyak dipakai adalah thermosifon atau pemanasan dengan air panas serta menggunakan uap air bertekanan rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan crepe antara 2-4 minggu. Sedangkan dengan pemanas waktunya bisa dipersingkat menjadi 5-7 hari. Dinding rumah pengeringan sebaiknya dibuat dari batu atau kayu. Bahan seng kurang baik digunakan. Atap dan dinding harus rapat agar tidak ada udara dari Iuar yang merembes masuk. 

d. Rumah pengasapan 
Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap yang baik; suhu dalam harus dapat dipertahankan sehingga praktis tidak berubah, ventilasi dari ruang-ruangnya dapat diatur sesuai kebutuhan, serta penambahan asap dan pemanasan dapat terjamin. Suhu dan ventilasi di dalam ruang pengasapan dan pengeringan harus dijaga agar sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, di dalam ruangan periu dipasang termograf, bisa juga digunakan termometer maksimum minimum.

Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang diperlukan berhubungan dengan waktu pengeringan. Ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan dibuat. Misalnya waktu pengeringan 5-5,5 hari maka ruang yang dibutuhkan adalah 6 buah. Namun, bila produksi harian tinggi dan setiap hari membutuhkan lebih dari satu ruangan maka jumlah ruangan yang diperlukan dikalikan jumlah ruangan yang dipakai per hari. Karet tidak boleh dicampur aduk dalam satu ruangan karena hasil karet dari hari yang tidak sama tidak boleh digabungkan. 

Selain alat-alat yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada beberapa alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, seperti alat penyaring, gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak, dan lain-lain. 

e Kayu bakar untuk rumah pengasapan 
Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia. lomtorogung, dan glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata-rata mempunyai ukuran panjang sekitar 30 cm dengan garis tengah 10 cm. 

f. Air 
Dalam pengolahan karet diperiukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu. air mempakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas olah suatu pabrik, semakin besar jumlah air yang diperlukan. Air biasanya digunakan untuk kepertuan pengenceran lateks. pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat, dan untuk mendinginkan mesin. Air yang digunakan dalam pengolahan karet harus memenuhi syarat: jernih, tidak berbau, bereaksi netral, derajat kesadahan tidak boleh melebihi 60 J, dan tidak mengandung logam-logam kimia seperti besi, tembaga, dan bikarbonat. Asalkan memenuhi persyaratan ini maka air dari sumber mana pun (air sungai, sumur, leding, danau, irigasi, atau tampungan air hujan) bisa dimanfaatkan. 

g. Bahan-bahan kimia 
Daiam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan-bahan kimia. Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu ada yang berfungsi sebagai bahan pokok, yaitu sebagai bahan pembeku, pengelantang, vulkanisasi, pemercepat reaksi, penggiat, antioksidan dan antiozonan, pengisi, pelunak, pewarna, dll.

B. Pengolahan Karet Sheet (Ribbed Smoke Sheet/RSS)

Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks segar menjadi lembaran-lembaran sheet lewat proses penyaringan,pengenceran, pembekuan, penggilingan, dan pengasapan. Lateks yang akan diolah menjadi smoked sheet hendaknya diencerkan terlebih dahulu hingga kadarnya kira-kira menjadi 15%. Pengenceran bertujuan untuk menjaga agar kadar karet kering (KKK) lateks sewaktu diolah dapat dipertahankan selalu tetap. Kotoran-kotoran yang terdapat dalam lateks akan mengapung atau memisah sewaktu diencerkan. Kotoran-kotoran ini lalu disingkirkan. Lateks yang telah diencerkan juga lebih mudah disaring. Selain itu, pengenceran bertujuan mengeluarkan getembung-gelembung gas yang ada. 

Apabila gelembung-gelembung gas tidak dikeluarkan maka hasil smoked sheetnya akan jelek dan bergelembung-gelembung besar. Lateks encer yang akan dibuat smoked sheet dibekukan dalam bejana-bejana atau tangki-tangki koagulasi. Apabila hanya memproduksi smoked sheet dalam jumlah yang kecil make tak perlu menggunakan tangki cukup Loyang-loyang dengan volume antara 10-15 liter. 

Hasil pembekuan akan semakin keras bila kadar karet kering bahan lateks yang digunakan semakin tinggi. Tingkat kekerasan koagulum yang terjadi tergantung juga pada lamanya pembuatan serta jumlah asam yang ditambahkan. Semakin lama pembekuan terjadi, semakin keras koagulumnya. Begitu juga semakin besar jumlah asamnya, koagulum pun akan bertambah keras. 

Hasil pembekuan yang baik adalah tidak terlalu keras dan tidak terlaiu lembek, kekerasan sedang. Apabila hasil pembekuan terlalu keras maka pengerjaannya menjadi lebih susah. Gilingan yang digunakan akan membutuhkan energi listrik yang lebih banyak.Berbeda dengan hasil pembekuan yang terlalu keras, hasil pembekuan yang lembek mudah sekali rusak atau robek sewaktu dilakukan penggilingan. Sewaktu diasap dan dikeringkan juga mudah molor atau memanjang. Untuk itu, setiap pabrik pengolahan perlu menjaga agar tingkat kekerasan karet bisa sesuai. 
Larutan asam format 1% adalah bahan yang digunakan untuk membekukan lateks. Bisa juga digunakan Iarutan asam asetat atau asam cuka 2%. Pemakaian asam format untuk pembekuan terasa lebih ekonomis karena biaya produksi pembekuan dengan asam format lebih murah. Pada lateks kebun yang telah ditambah dengan zat antikoagulan diperlukan jumlah asam yang lebih banyak. Besarnya penambahan asam tergantung dari zat antikoagulan yang dipakai. Jumlah asam bisa dikurangi apabila hasil pembekuan atau koagulum baru digiling keesokan harinya. Penambahan asam hendaknya merata, tidak menumpuk atau dimasukkan ke satu tempat. Asam ditambahkan di bawah permukaan lateks. Asam yang ditambahkan di atas permukaan lateks bisa membaurkan lateks dengan molekul-molekul udara. 

Lateks kemudian diaduk dengan hati-hati. Adukan yang kasar bisa menimbulkan gelembung-gelembung yang dapat mengurangi mutu smoked sheet yang dihasilkan. Dengan adukan yang perlahan-lahan, risiko timbulnya gelembung-gelembung dapat dikurangi. Adukan sebanyak 12 kali sudah cukup. Jumlah adukan ini sama dengan 6 kali adukan bolak-balik. 

Pada permukaan lateks biasanya terdapat busa. Busa ini harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum lateks dibekukan. Gumpalan-gumpalan bagian karet yang terjadi karena pengaruh prakoagulasi juga harus disingkirkan. Untuk membersihkan busa dapat digunakan pelat-pelat aluminium dan untuk membersihkan pengaruh prakoagulasi dapat digunakan saringan tarik. 

Pelat-pelat yang berfungsi sebagai sekat dipasang dalam tangki setelah semua busa dan pengaruh prakoagulasi disingkirkan. Mula-mula pelat bagian tengah dipasang terlebih dahulu. Lantas diikuti pelat pembagi ruang hingga semua pelat terpasang. Pelat terlebih dahulu dibasahi untuk mencegah tertutupnya udara dalam koagulum. Bila udara tertutup maka hasil smoked sheet akan bergelembung-gelembung kecil. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan adalah 2 jam.

Apabila lateks sudah membeku. pada tangki koagulasi ditambahkan air untuk memudahkan kontraksi. Lateks beku yang sulit dikeluarkan karena melekat pada pelat pemisah terjadi karena tidak ditambahkan air. Air juga mencegah terjadinya oksidasi yang sering menimbulkan noda oksidasi berwarna biru ungu. Larutan natrium bisulfit 0,5-1%digunakan untuk mencegah oksidasi bila koagulum tidak langsung digiling hari itu juga. 

Koagulum diubah menjadi smoked sheet melalui proses penggilingan. Sebagian besar air yang terkandung dalam koagulum dikeluarkan melalui proses ini. Hasil pembekuan yang telah digiling menjadi lebih tipis dan permukaannya menjadi lebih lebar. Sheet dengan ketebalan 3-3,5 mm biasanya dibuat dengan lebar dan dalam alur patron sekitar 3 mm. Sheet yang memiliki ketebalan kurang dari 3 mm dibuat dengan lebar dan dalam alur patron sekitar 2,4 mm. Ketebalan koagulum hasil pembekuan ikut pula menentukan penggilingan. Koaulum yang lebih tebal dari 3 cm sulit untuk langsung digiling. Koagulum yang terlalu tebal perlu dilakukan penggilingan pendahuluan sebelum penggilingan yang sebenarnya. 

Kecepatan penggilingan yang terlampau tinggi bisa merobek lembaran smoked sheet. Sedangkan kecepatan yang terlalu rendah bisa memperkecil kapasitas baterai sheet yang dipakai. Faktor kecepatan bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja. Kecepatan yang tepat harus ditemukan sendiri pada setiap tempat pengolahan. Selesai penggilingan, sheet yang diperoleh digantung selama satu jam untuk membuang airnya. Air akan menetes dan jatuh terbuang. Jika penggantungan terlalu lama bisa terjadi kesalahan pada sheet kering seperti rustines. Ini jelas mengurangi kualitas. 

Sheet yang telah digantung selama satu jarn bisa diasapi dan dikeringkan. Pengasapan bertujuan agar bahan-bahan pengawet yang terdapat pada asap terserap oleh lembaran-lembaran karet. Selain itu juga membantu pengeringan dan menghambat pertumbuhan spora-spora cendawan atau mikroorganisme lainnya. Selama pengasapan, suhu, ventilasi, dan jumlah asap harus diatur dan dijaga. Lantai ruangan perlu disemen dan dibuat miring. Agar air yang masih ada dalam sheet tidak mengumpul di ruangan maka perlu dibuat parit pengairan ke luar. Pada hari pertama biasanya banyak sekali uap air sehingga perlu dikeluarkan secepatnya dari ruangan. Pentingnya pengaturan ventilasi dan pengairan disebabkan karena tempat yang selalu lembap mudah menjadi sarang bakteri, cendawan, atau mikroorganisme lainnya. 

Pengasapan dan pengeringan biasanya berlangsung selama 4 hari lebih hingga selesai. Lama pengeringan tergantung dari ketebalan sheet yang akan diolah. Lembaran sheet yang tebal membutuhkan waktu pengeringan yang lama. Makin tipis Iembaran sheetnya, makin cepat waktu pengeringannya. Dibutuhkan waktu 5-5,5 hari untuk mengeringkan sheet dengan ketebalan 3-3,5 mm. Sheet yang tebalnya 2.5-3 mm membutuhkan waktu pengeringan 3.5-4 hari. Sheet yang tebalnya 2-2.5 mm membutuhkan waktu pengeringan 2,5-3 hari.

Penggunaan antikoagulan seperti natrium sulfut juga bisa menambah lamanya pengeringan. Selain itu kekerasan koagulum juga ikut mempengaruhi. Pada hari pertama suhu yang dibutuhkan dalam kamar asap antara 40-450 C. Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan rustines dan suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan gelembung-gelembung besar. Ventilasi harus memadai. Asap yang dibutuhkan banyak sehingga lebih baik menggunakan kayu yang agak basah. Penggantungan lembaran karet yang terlampau padat juga kurang baik. 

Pada hari kedua suhu.dinaikkan hingga 450-50o C, tetapi ventilasi dan asap dikurangi menjadi setengahnya karena kebutuhan asap sudah berkurang.Pada hari ketiga suhu dinaikkan lagi hingga 500-550 C. Ventilasi dan asap juga dikurangi hingga kira-kira tinggal seperempat dari hari pertama. Setelah hari keempat dan seterusnya suhu dipertahankan 500-550 C. Suhu bisa dinaikkan hingga 600 C apabila sheet belum kering. Usahakan ventilasi dan jumlah asap sekecil-kecilnya. Bila sheet sudah kering tetapi warnanya belum sesuai dengan yang dikehendaki maka pengasapan diteruskan pada suhu 500-55o C atau lebih rendah.Lembaran-lembaran karet digantung diatas gantar-gantar dari bambu, kayu, atau bahan lain. Pemakaian bahan yang bersih akan lebih baik karena dapat membantu mempertahankan mutu. 

Setelah diasapi dan dikeringkan smoked sheet harus diseleksi atau disortir. Ini penting karena menyangkut mutu yang dihasilkan dan harga jualnya. Dalam satu pak atau bandela tidak boleh digabungkan smoked sheet yang berlainan mutunya karena bisa merusak kepercayaan serta hubungan baik dengan pembeli. 

Meja sortasi dari kaca bewarna susu dengan dinding disebelah bawah yang bewarna putih membentuk sudut 45° dapat digunakan untuk pemeriksaan. Cahaya sewaktu melakukan pengontrolan harus cukup dan mengenai dinding putih. Bila ruangan gelap, dapat digunakan cahaya dari lampu listrik. Yang dikontrol terutama adalah kotoran-kotoran dan gelembung
gelembung udara. Selain itu juga diperiksa ketebalan, panjang dan lebar, serta warna smoked sheet yang dihasilkan.

Warna smoked sheet yang diinginkan pasar adalah cokelat dan sheet yang jernih. Kadang-kadang toleransi pasar terhadap warna cukup besar karena warna bukanlah hal yang paling vital dalam smoked sheet. Warna yang lebih tua karena terlalu banyak diasap tidak diinginkan. Warna agak tua asalkan tidak berlebihan pengasapannya masih diterima. Sedangkan warna yang terlalu muda tidak disukai karena biasanya sheet yang dihasilkan mudah terserang jamur. 

Ketebalan sheet harus diukur di beberapa tempat sebab ada bagian yang menonjol ke luar dan sebaliknya ada bagian yang tertekan. Dari beberapa tempat pengukuran tersebut diambil rata-ratanya. Ketebalan sheet yang umum antara 2,5-3,5 mm. Ketebalan sheet kadang-kadang menggunakan satuan nonius. Lembaran-lembaran yang lebih tebal tidak baik karena memperpanjang waktu pengeringan dan mudah menyebabkan hasil yang kurang baik seperti warna yang tidak rata dan timbul gelembung-gelembung udara. Berat selembar sheet biasanya antara 1-1.5 kg. Oleh karena itu, setiap sheet yang dihasilkan perlu ditimbang untuk mengecek apakah beratnya sudah sesuai. Bisa saja hasil sheet tidak sesuai dengan berat yang telah ditentukan. Penyimpangan berat biasa terjadi karena kesalahan selama pengenceran. 

Panjang sheet yang biasa dibuat adalah 90-135 cm dan lebarnya 45 cm. Karena panjang atau lebar sheet sering sama (sheet biasanya dibuat standar) maka pengukuran panjang dan lebar hanya dicantumkan rata-ratanya. Pengukuran dilakukan dari ujung ke ujung. Bila panjang dan lebar tidak sama dengan angka standar maka angka panjang dan lebar harus dicantumkan. 

Setelah disortir dan diperiksa, lembaran sheet yang telah jadi dipak dalam bandela serta dibungkus dengan lembaran karet sheet dari kelas mutu yang sama atau lebih bagus. Satu bandela mempunyai berat antara 224-250 lbs. Untuk kelas X RSS, RSS 1, dan RSS 2 pada kulit luarnya dilumuri tepung agar tidak saling melekat. Sisi luar bandela semuanya dilumuri dengan larutan kimia yang disebut the official bale coating solution dan pada sisi yang berdampingan diberi tanda. 

Terakhir, bandela-bandela ditimbang kembali agar sama beratnya. Bila ada bandela yang beratnya kurang atau melebihi 1% dari berat seharusnya maka harus dipak ulang.Pengolahan karet sheet seperti itu umumnya dilakukan di perkebunan-perkebunan karet besar, milik pemerintah atau swasta. Sedangkan di perkebunan karet rakyat pengolahannya tergolong sederhana. Karet sheet yang dihasilkan oleh petani atau karet sheet rakyat umumnya tidak melalui proses pengasapan, berupa sheet angin. 


C. Pengolahan Karet Crepe 

Prinsip pengolahan karet crepe adalah mengubah lateks segar dari kebun menjadi lembaran crepe melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan, dan pengeringan. Perbedaannya dengan pengolahan sheet terletak pada tahap penggilingan dan pengeringan crepe. Tahapan ini pada pengolahan sheet merupakan tahap penggilingan dan pengasapan. 

Untuk dibuat menjadi karet crepe, lateks segar yang telah dikumpulkan dari kebun terlebih dahulu disaring di tempat pengolahan. Penyaringan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan lateks yang baik dan bersih sebagai bahan baku. Kemudian, lateks diencerkan sampai kadamya menjadi sekitar 20%. Pengenceran dilakukan dengan natrium bisulfit yang juga merupakan bahan pemutih. 

Asam format atau asam semut ditambahkan dalam lateks yang dibekukan,bisa juga menggunakan asam asetat. Bila menggunakan asam format sebagai pembeku, dosisnya adalah 0.5-0.7 ml per liter lateks. Sedangkan dosis asam asetat 1-1.4 ml untuk setiap liter lateks. Asam pembeku ini diberikan ke lateks segera setelah natrium bisulfit diberikan. Kemudian, larutan diaduk secara merata. Busa atau buih-buih yang timbul pada permukaan larutan segera dibuang. Pembuangan busa yang kurang baik dapat menimbulkan garis-garis pada crepe kering. Busa sisa ini dapat diolah lagi menjadi karet off crepe. Jadi, seandainya akan diolah lagi busa ini ditampung di tempat khusus. 

Seperti halnya karet sheet, karet crepe juga dibekukan di dalam tangki. Setelah pembekuan, tangki koagulasi hams ditutup agar crepe tidak tercampur kotoran. Untuk mencegah proses oksidasi yang menyebabkan wama ungu pada crepe, ditambahkan air bersih atau larutan natrium bisulfit 1% hingga aimya melebihi permukaan lateks. Pemberian natrium bisulfit juga dapat menghindari/mengurangi warna kuning lateks. Lateks beku dengan ukuran yang besar harus dipotong-potong terlebih dahulu agar mudah digiling.

Jenis crepe baku atau standar dibuat dengan menggunakan 3 hingga 5 gilingan crepe yang masing-masing memiliki 2 roda. Setiap gilingan berputar dengan kecepatan yang tidak sama. Gilingan crepe memiliki lebar 16-18 inci dan garis tengah 12-14 inci. Kemampuannya adalah 25-30 kg gilingan perjam. Ada juga gilingan crepe yang lebarnya sampai 30 inci. Gilingan crepe lebih besar dibanding gilingan sheet. Pada bagian terakhir gilingan terdapat finisher di mana terdapat roda-roda yang rata. 

Pengolahan karet crepe dengan kapasitas produksi yang rendah bisa memakai baterai crepe yang memiliki 3 buah gilingan, yaitu gilingan pendahuluan, gilingan menengah, dan gilingan akhir (nnisher). Untuk kapasitas produksi yang lebih besar dapat dipakai 4 atau 5 giiingan crepe. Pada jenis gilingan crepe ini terdapat 2 buah gilingan akhir. 

Setiap jamnya mesin penggiling membutuhkan 0,18-0,22 KW tenaga listrik per kg crepe kering. Motor listrik penggerak terdapat pada satu sumbu atau pada setiap gilingan. Setiap kilogram karet crepe kering yang dihasilkan menggunakan air cucian sebanyak 5-6 liter. Selama berlangsungnya penggilingan air harus selalu tersedia. 

Setelah penggilingan selesai, lembaran crepe digantung agar sisa-sisa air menetes dan dibantu pengeringannya oleh angin. Penggantungan cukup beberapa jam dan dapat langsung dibawa ke kamar pengeringan agar benar-benar kering. Melalui proses-proses di dalam ruangan yang menggunakan alat pemanas seiama 5-7 hari maka crepe siap dipasarkan untuk dijadikan bahan lain. Bila digunakan kamar yang tidak menggunakan alat pemanas, pengeringan bisa berlangsung sangat lama, sekitar 2-4 minggu. 

Kapasitas ruang pengering antara 11,25-16,5 kg/m2 luas ruangan. Bila jumlah yang akan dikeringkan lebih tinggi dari kapasitas ruang maka pengeringan berjalan kurang baik.Tinggi ruangan disesuaikan dengan panjang lembaran crepe yang akan digantung, yang baik disisakan ruang kosong di bawah lembaran crepe sekitar 50 cm. Tidak mudah untuk menghasilkan crepe yang memenuhi standar dan bermutu tinggi. Selama pembuatan banyak hal-hal yang memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengolahan.


D. Pengolahan Karet Spesifikasi Teknis (Crumb Rubber

Pada intinya pengolahan karet spesifikasi teknis dimaksudkan untuk mengubah cara-cara pengolahan yang konvensional. Prinsipnya adalah usaha menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan beserta sertlflkat uji coba laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil, mempunyai berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan lembar plastik polyethylene. 

Diberi nama karet spesiflkasi teknis atau technically specilled rubber karena penetapan jenis-jenis mutunya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe. maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis ini. 

Persaingan karet alam dengan karet sintetislah yang merupakan dasar timbulnya jenis karet ini. Karet sintetis yang permintaannya cenderung meningkat mempunyai jaminan mutu dalam tiap bandelannya. Keterangan sifat teknis karet serta keistimewaan-keistimewaan tiap jenis mutu disertakan pula. Beberapa pihak pengelola karet alam akhirnya mengupayakan perbaikan mutu karet alam dengan membuat bahan karet yang sudah diketahui sifat-sifat teknisnya. Malaysia merupakan pelopor pengolahan karet spesifnkasi teknis ini. Berdasarkan perbedaan bahan baku yang digunakan untuk pembuatannya, pengolahan karet spesifikasi teknis dibedakan atas bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu rendah. 

A. Pengolahan Karet Spesifikasi Teknis dari Lateks 
Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet spesifikasi teknis dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau koagulasi, pembutiran atau granulasi, pengeringan, dan pembungkusan. 

Mula-mula lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangkitangki tersebut sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. 

Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar.Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan dalan mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban berjalan. Hasil akhir dari karet spesifikasi teknis didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Agar bandela berbentuk kecil dan seragam maka bandela tersebut perlu dikempa. Ukuran bandela biasanya (28 x 14 x 7) inci, sekitar (72 x 36 x 18) cm, atau (22,5 x 15x 7,5) inci, sekitar (58 x 38 x 19) cm. Berat yang ditetapkan untuk tiap bandela adalah 33,3 kg. 
Selesai dikempa, bongkah dibungkus dengan lembaran plastik polyethylene. Lembaran plastik polyethylene ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 1080 C, dan berat jenis 0,92. Bungkus ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya. 

b. Pengolahan Karet Spesifikasi Teknis dari Karet Rakyat Bermutu Rendah 
Ada Pabrik yang membuat karet Spesifilkasi teknis dengan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami Proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lainlain. 

Bahan koagulum lateks yang bermutu rendah ini terlebih dahulu disortir. Setelah itu bahan ini dimasukkan ke dalam tangkitangki air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan mesin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang ke luar dari mesin penggilingan crepe dimasukkan ke mesin pelletiser atau mesin dengan pisau berputar. Di sini bahan mengalami proses pembutiran. 

Seusai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan dan diikuti proses pengepakan seperti pada karet spesiflkasi teknis yang dibuat dari bahan lateks. 



DAFTAR PUSTAKA



Evizal, Rusdi. 2013. Dasar-Dasar Produksi Perkebunan.Graha Ilmu. Bandar Lampung

Setyamidjaja, Djoehana. 1983. Karet, Budidaya dan Pengolahan. Yasaguna. Jakarta.

Tim Penulis PS. 2009. Panduan Lengkap

0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Total Pageviews

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Buku Tugas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com