Oleh : M.Hary Panuju, Eka Wahyu Rahmawati, Ishmah Nurhidayati, Laely Savitry, Yuli Dwi S.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2016).
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering
kita amati adanya perbedaan status dan peranan antar warga, baik di lingkungan
keluarga atau pun masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas
perbedaan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, misalnya ada orang kaya
dan ada orang miskin, ada orang yang berkuasa dan ada orang tidak berkuasa,
serta ada orang yang dihormati dan ada orang yang tidak di hormati. Gejala di
atas menunjukan adanya perbedaan- perbedaan bertingkat dalam masyarakat.
Perbedaan bertingkat tersebut
dinamakan pelapisan sosial. Pelapisan sosial bersifat umum atau universal
artinya selalu di temukan pada setiap kelompok sosial, baik pada masyarakat
tradisional maupun masyarakat modern. Ada beberapa pendapat pakar tentang
pelapisan sosial salah satunya adalah Plato, seorang filsuf (pemikir) yunani,
mengatakan bahwa masyarakat negara dapat dibedakan menjadi tiga golongan yakni
filsuf sebagai pemimpin negara, prajurit sebagai penjamin terlaksana hukum
negara, dan rakyat (petani) sebagai warga negara. Adanya perbedaan dalam
masyarakat juga di temukan pada murid plato yaitu aristoteles. Ia mengatakan
bahwa masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu mereka yang kaya
sekali, yang melarat dan yang ada diantara keduanya.
Pendapat kedua pemikir tersebut
mengisaratkan bahwa pada zaman kuno, manusia telah mengenal adanya
pelapisan-pelapisan dalam masyarakat dalam wujud perbedaan golongan. Jadi
pelapisan sosial itu adalah perbedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang tinggi
sampai ke yang lebih rendah.atas menunjukan adanya perbedaan-
perbedaan bertingkat dalam masyarakat.
1.2. Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian status dan pelapisan masyarakat
2.
Mengetahui
bagaimana terjadinya lapisan-lapisan dalam masyarakat
3.
Mengetahui
kelas-kelas dalam masyarakat
4.
Mengetahui
dasar-dasar lapisan-lapisan dalam masyarakat
5.
Mengetahui
lapisan-lapisan yang sengaja disusun
6.
Mengetahui
perlunya sistem berlapis-lapis dalam
masyarakat
7.
Mengetahui
status dan peran petani dalam masyarakat
8.
Mengetahui
mobilitas sosial pertanian
II. PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Status Dan Pelapisan Masyarakat
Menurut Pitirim A. Sorokin,
pelapisan sosial yakni pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan
kelas yang lebih rendah. Selenjutnya menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan
masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban
serta tanggung jawab nilai-nilai sosial.
Sedangkan menurut Theodorson dkk, di dalam
Dictionary of Sociology, “Pelapisan Penduduk berarti jenjang status dan peranan
yang relatif permanen yangg terdapat di dalam sistem sosial (dari grup mungil
hingga ke penduduk) di dalam pembedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan. Penduduk yangg
berstratifikasi sering dilukiskan juga sebagai satu buah kerucut atau piramida,
di mana lapisan bawah yaitu paling lebar dan lapisan ini menyempit ke atas.
2.2. Terjadinya Lapisan-Lapisan Dalam Masyarakat
Adanya sistem lapisan masyarakat
dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Akan
tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan
bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya
adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang
kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu.
Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Ada masyarakat
lain yang menganggap kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang
tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Selatan.
Secara teoritis, semua manusia dapat
dianggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup
kelompok-kelompok sosial. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universitas
yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Pedoman untuk meneliti
pokok-pokok terjadinya proses lapisan dalam masyarakat yaitu:
1.
Pada
sistem pertentangan yang ada dalam masyarakat, sistem demikian hanya mempunyai
arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu.
2.
Sistem
lapisan dapat dianalisis dalam arti-arti.
a.
Distribusi
hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan,
keselamatan (kesehatan, laju kejahatan)
b.
Sistem
pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan
penghargaan)
c.
kriteria
sistem pertentangan dapat bedasarkan kualitas pribadi, keanggotaan, kelompok
kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan
d.
lambing-lambang
kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan
pada suatu organisasi.
e.
Mudah
sukarnya bertukar kedudukan
f.
Solidaritas
diantara individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang
sama dalam sistem sosial masyarakat
Seperti yang telah diuraikan, ada pula sistem lapisan yang dengan
sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Hal tersebut biasanya
berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam
organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik,
angkatan bersenjata atau perkumpulan. Kekuasaan dan wewenang merupakan unsur
khusus dalam sistem lapisan.
2.3. Kelas-Kelas Dalam Masyarakat
Di
dalam uaraian tentag teori lapisan, senantiasa dijumpai istilah kelas (social
class). Istilah tidak selalu mempunyai arti yang sama, walaupun pada
hakikatnya mewujudkan sistem kedudukan-kedudukan yang pokok dalam masyarakat.
Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut dengan “class-system”.
Artinya, semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka diketahui
dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, pengertian kelas paralel
dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor
uang, tanah, atau dasar lainnya. Ada pula yang menggunakan istilah kelas hanya
untuk lapisan yang berdasarkan atas unsur ekonomis. Sementara itu, lapisan yang
berdasarkan atas kehormatan dinamakan dengan kelompok kedudukan (status
group). Selanjutnya dikatakan bahwa harus diadakan pembedaan yang tegas
antara kelas dan kelompok kedudukan.
Beberapa
pendapat tentang kelas sosial :
1. Kurt.B.Mayer
: Istilah kelas hanya dipergunakan untuk lapisan yang bersandarkan atas
unsur-unsur ekonomis, sedangkan lapisan yang berdasarkan atas kehormatan
kemasyarakatan dinamakan kelompok kedudukan (status group),
2. Max
Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan dasar kedudukan sosial,
tetapi tetap mempergunakan istilah kelas bagi semua lapisan. Beliau juga
menyeburkan bahwa adanya golongan yang mendapat kehormatan khusus dari
masyarakat dan dinamakan Stand.
3. Sedangkan
menurut Joseph Schumperter mengatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat
terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan
keperluan-keperluan yang nyata. Makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan
lainnya hanya dapat dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat
terjadinya.
Pada
beberapa masyarakat dunia, terdapat kelas-kelas karena orang-orang dari kelas
tersebut memperoleh sejumlah hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum
positif masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat tersebut mempunyai kesadaran
dan konsepsi yang jelas tentang seluruh susunan lapisan dalam masyarakat.
Misalnya di Inggris terdapat istilah-istilah tertentu seperti commener
bagi orang biasa nobility bagi bangsawan. Sebagian besar warga
masyarakat Inggris menyadari bahwa orang-orang nobility berada diatas commener
(sesuai dengan adat istiadat).
Apabila
pengertian kelas ditinjau secara lebih mendalam, maka akan dapat dijumpai
beberapa kriteria yang tradisional, yaitu :
1. Besar
jumlah anggota-anggotanya,
2. Kebudayaan
yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warganya,
3. Kelanggengan,
4. Tanda
atau lambang-lambang yang merupakan ciri khas,
5. Batas-batas
yang tegas (bagi kelompok itu, terhadap kelompok lain), dan
6. Antagonisme
tertentu.
Berdasarkan
kriteria diatas, kelas memberikan fasilitas-fasilitas hidup yang tertentu (life
chances) bagi anggotanya. Misalnya keselamatan atas hidup dan harta benda,
kebebasan, standar hidup yang tinggi, dan sebagainya, yang dalam arti tertentu
tidak dipunyai oleh para warga kelas lainnya. Selain itu kelas juga
mempengaruhi gaya dan tingkah laku hidup masing-masing warga (life style)
karena kelas-kelas yang ada dalam masyarakat mempunyai perbedaan dalam
kesempatan menjalani jenis pendidikan atau rekreasi tertentu. Misalnya ada
perbedaan dalam apa yang telah dipelajari warganya, perilakunya, dan
sebagainya.
2.4. Dasar-Dasar Lapisan-Lapisan Dalam Masyarakat
Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki
satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukanya yang tinggi itu
bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang
mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan
mungkin juga kehormatan. Ukuran atau
kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat
kedalam suatu lapisan adalah sebagai berikut :
1. Ukuran kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan
teratas. Kekayaan tersebut misalnya,
dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersngkutan, mobil pribadinya,
cara-caranya mempergunakan pakain serta bahan pakaian yang dipakainya,
kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2. Ukuran kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar
menempati lapisan atasan.
3. Ukuran kehormatan
Ukuran ini mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat yang teratas. Ukuran
semacam ini, banyak dijumpai oada masyarakat-masyarakat tradisional.
Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ukuran
tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif karena
ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar
kesarjanaannya.
Ukuran diatas tidaklah bersifat limitatif karena
masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran diatas amat
menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat
tertentu. Pada beberapa masyarakat
tradisional di Indonesia, golongan pembuka tanahlah yang
dianggap menduduki lapisan tertinggi.
Kemudian menyusul para pemilik tanah yang walaupun bukan keturunan
pembuka tanah, mereka disebut pribumi,sikep atau kuli kenceng. Selanjutnya mereka yang hanya mempunyai
pekarangan atau rumah saja (golongan ini disebut kuli gundul), dan akhirnya
mereka hanya menumpang saja ditanah orang lain.
Lapisan atasan masyarakat tertentu, dalam
istilah sehari-hari juga dinamakan “elite”.
Jadi disini yang pokok adalah nilai anggota, dan biasanya lapisan atasan
merupakan golongan kecil dalam masyarakat yang mengendalikan masyarakat
tersebut. Kekayaan dapat dijumpai pada
setiap masyarakat dan dianggap sebagai hal yang wajar, walaupun kadang-kadang
tidak disukai oleh lapisan-lapisan lainnya apalagi bila pengendaliaannya tidak
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat umumnya.
2.5. Lapisan-Lapisan Yang Sengaja Disusun
Chester I Barnard membahas sistem
lapisan yang sengaja disusun dalam organisasai-organisasi formal untuk mengejar
suatu tujuan tertentu. Sistem kedudukan dalam organisasi-organisasi formal
timbul karena perbedaan –perbedaan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan
individu. Sistem pembagian kekuasaan dan wewenang dalam organisasi-organisasi
tersebut dibedakan dalam:
1.
Sistem
fungsional yang merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya
berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat
2.
Sistem
skalar yang merupakan pembagian kekuasaan menurut kedudukan dari bawah ke atas
Sistem kedudukan dalam organisasi
formal timbul karena perbedaan –perbedaan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan
individu yang mencangkup hal-hal sebagai berikut:
1.
Perbedaan
kemampuan individu. Kemampuan khusus yang dimiliki seseorang dan diakui oleh
masyarakat menyebabkan yang bersangkutan memiliki kedudukan tertentu.
2.
Perbedaan
–perbedaan yang menyangkut kesukaran-kesukaran untuk melakukan bermacam-macam
jenis pekerjaan
3.
Perbedaan
kepentingan masing-masing jenis pekerjaan. Suatu kedudukan tinggi dalam
organisasi formal tergantung pula dari kemampuan khusus untuk mengerjakan
jenis-jenis pekerjaan yang penting
4.
Keinginan
pada kedudukan yang formal sebagai alat sosial atau alat organisasi
5.
Kebutuhan
akan perlindungan bagi seseorang
2.6. Perlunya Sistem Berlapis-Lapis Dalam
Masyarakat
Setiap
masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat tertentu dalam
struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagai akibat penempetan tersebut. Dengan demikian, masyarakat menghadapi dua
persoalan, yaitu menempatkan individu tersebut dan mendorong agar mereka
melaksanakan kewajibannya. Apabila kewajiban selalu sesuai dengan keinginan
individu dan sesuai dengan kemampuannya maka persoalannya tak akan terlalu
sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidaklah demikian
dikarenakan kedudukan dan peranan tertentu sering memerlukan kemampuan dan
latihan tertentu. Hal yang paling penting adalah individu mendapat hak-hak yang
merupakan himpunan kewenangan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak berbuat
sesuatu. Sering pula dijumpai hak-hak yang secara tidak langsung berhubungan
dengan kedudukan dan peranan seseorang. Hak-hak tersebut di lain pihak juga
mendorong individu untuk memperoleh kedudukan dan peranan tertentu dalam
masyarakat. Siapapun ingin menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat misalnya,
karena dengan menduduki kedudukan tersebut akan diperoleh pula hak-hak
tertentu.
Dengan
demikian, sistem lapisan diperlukan masyarakat karena gejala tersebut sekaligus
memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yaitu penempatan individu dalam
tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar
melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perananya. Jelas
bahwa kedudukan dan peranan yang dianggap tertinggi oleh setiap masyarakat
adalah kedudukan dan peranan yang dianggap terpenting serta memerlukan
kemampuan dan latihan yang makimal. Oleh sebab itu, pada umumnya warga lapisan
atas (upper class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan
lapisan menengah (middle class) dan lapisan bawah (lower class).
2.7. Status Dan Peran Petani Dalam Masyarakat
Peran
petani dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
a.
Penyediaan
Pangan Masyarakat
Peranan petani
tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan masyarakat. Mengapa demikian karena
petani menjadi pemasok setiap kebutuhan pangan dari setiap anggota keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya sehari-hari. Tanpa adanya petani manusia
tentu tidak dapat memenuhi kebutuhannya bahkan harus mngimpor barang-barang pangan dari luar.
Namun dibeberapa negara besar seperti arab yang sering mengimpor hasil tani
kedalam negaranya, kurang memanfaatkan peranan dari petaninya bukan dikarenakan
faktor ketidaksediaan modal melainkan faktor ketidakmampuann dari segi
tanah dan iklim mereka untuk bercocoktanam, sehingga sektor pertanian kurang
berkembang dinegara timur tersebut.
b.
Kontribusi Terhadap Kesempatan Kerja
Untuk wilayah Indonesia profesi sebagai petani mampu
mengurangi angka pengangguran yang cukup besar dimana sektor pertanian terbuka
secara luas asalkan memiliki modal dan pengetahuan yang cukup dalam
pengelolaaan usaha tani tersebut. Struktur tenaga kerja kita sekarang masih
didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009),
selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan
industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai
2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran
sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Keterkaitan peran para petani dengan masyarakat bisa disamakan sebagai
keterkaitan antara produsen dengan konsumen. Dimana produsen harus selalu
menyediakan setiap saat barang-barang kebutuhan dari konsumennya. Oleh karena
itu terdapat saling ketergantungan antara peran petani dengan masyarakat dalam pemenuhan setiap kebutuhan
masyarakat
2.8. Mobilitas Sosial Pertanian
2.8.1.
Pengertian Umum Gerak Sosial
Ada beberapa pengertian mobilitas sosial menurut
para ahli, diantaranya :
a.
Horton dan Hunt
Menurut Horton
dan Hunt, mobilitas sosial adalah sebagai tindakan berpindah dari satu kelas
sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial bisa merupakan peningkatan
atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk dalam segi
penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota
kelompok.
b.
Robert M.Z. Lawang
Menurut Robet
M.Z. Lawang, mobilitas sosial adalah perpindahan posisi dari lapisan yang satu
ke lapisan yang lain atau dari dimensi ke dimensi yang lainnya.
Gerak Sosial atau Social Mobility adalah suatu gerak dalam struktur
sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok
sosial. Struktur sosial mencakup
sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara
individu dengan kelompoknya yang lebih tinggi.
Proses tadi tidak saja terbatas pada individu-individu saja, tetapi
mungkin juga pada kelompok-kelompok sosial.
Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua macam, yaitu :
a)
Mobilitas horizontal, yaitu bila
individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial yang
satu ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
b)
Mobilitas
vertical, yaitu
apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu kedudukan
sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka
terdapat dua jenis gerak sosial yang vertical yaitu:
· Social climbing
Social climbing
atau disebut mobilitas vertikal naik adalah mobilitas sosial yang di dalamnya
terjadi kenaikan derajat. Social climbing memiliki dua bentuk utama
yaitu: 1). Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke
dalam kedudukan yang lebih tinggi. 2). Pembentukan suatu kelompok baru yang
kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan
individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Contohnya, seorang guru yang
berprestasi diangkat menjadi kepala sekolah.
· Social sinking
Social sinking
atau disebut juga mobilitas vertikal turun adalah mobilitas sosial yang di
dalamnya terjadi penurunan derajat. Social sinking memiliki dua bentuk utama,
yaitu: 1). Turunnya kedudukan individu-individu ke kedudukan yang lebih rendah
derajatnya. 2). Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa
disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contohnya, seorang ketua partai politik
diturunkan atau dikeluarkan karena terdakwa sebagai koruptor.
Pada prinsipnya mobilitas sosial vertikal
memiliki beberapa prinsip anatar lain yaitu :
1.
Hampir tidak ada masyarakat yangstratifikasinya
secara mutlak tertutup, sekalipun pada masyarakat sistem kasta.
2.
Gerak sosial vertikal tidak mungkin dapat
dilakukan sebebas-bebasnya meski stratifikasinya terbuka karena ada hambatan-hambatan.
3.
Gerak sosial vertikal memiliki cirri khas dalam
setiap masyarakat tidak sama
4.
Laju gerak sosial vertikal yang disebabkan oleh
faktor ekonomi, politik, serta pekerjaan berbeda-beda.
5.
Tidak ada kecendrungan yang kntiniu mengenai
bertambah atau berkuangnya laju gerak sosial, dan ini berlaku bagi semua
masyarakat.
2.8.2.
Saluran-Saluran Mobilitas Sosial
Menurut Pitirim
A. Sorikin, gerakan sosial vertikal memiliki saluran-saluran dalam masyarakat. Proses
gerakan sosial vertikal melalui saluran tersebut dinamakan social circulation. Saluran-saluran tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Angkatan bersenjata
Dalam sistem
militer angkatan bersenjata atau kepolisian memiliki aturan sendiri. Bagi
prajurit yang memiliki kemampuan lebih akan memperoleh kenaikkan pangkat,
begitu juga sebaliknya bagi prajurit yang melanggar maka akan diturunkan
pangkatnya. Berarti dalam angkatan bersenjata juga akan terjadi mobilitas
sosial, baik vertikal naik maupun vertikal turun.
b.
Lembaga-lembaga keagamaan
Pada umumnya,
agama mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki derajat yang sama di mata
Tuhan. Ajaran ini pada hakikatnya untuk permasalahan keyakinan dan ketaatan
namun dalam kehidupan bermasyarakat tujuannya adalah untuk mengajak
orang-orang yang berada pada lapisan bawah untuk termotivasi untuk
menaikkan derajatnya dalam stratifikasi di masyarakat. Contohnya Ajaran
Nabi Besar Muhammad SAW yang mengajarkan umat Muslim untuk berusaha karena
Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang apabila orang tersebut tidak
berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri. Jelaslah sudah bahwa agama juga
mengajarkan untuk melakukan mobilitas sosial di masyarakat.
c.
Lembaga-lembaga pendidikan
Lembaga
pendidikanlah yang paling sering digunakan untuk melakukan mobilitas vertikal
naik. Di Indonesia khususnya selalu mempertanyakan ijazah untuk mendapatkan
suatu pekerjaan. Dengan ijazah dan kemampuan dalam ilmu pengetahuan juga
biasanya seseorang diangkat menjadi pejabat-pejabat penting dalam masyarakat.
Hal ini karena masyarakat sangat menghargai seseorang yang mempunyai pendidikan
tinggi karena dianggap memiliki kemampuan bekerja, contohnya pegawai negeri,
dokter, guru dan profesi lainnya.
d.
Organisasi-organisasi politik, ekonomi, dan
keahlian
Organisasi
politik, ekonomi, atau organisasi dengan keahlian tertentu terkadang menjadi
jembatan seseorang untuk meraih prestise tertentu di masyarakat. Contohnya,
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentu memiliki prestise yang berbeda
dibandingkan dengan dokter biasa.
e.
Perkawinan
Tidak bisa
dipungkiri kata-kata matrek tidaklah asing ditelinga kita. Hal ini sangat
berkaitan dengan mobilitas sosial pada seseorang. Orang yang menikahi pria atau
wanita yang kaya dianggap akan mengubah statusnya mejadi lebih tinggi lagi.
Sehingga melalaui perkawinan, mobilitas sosial vertikal naik sering terjadi
meski terkadang juga tejadi mobilitas sosial turun karena sesorang yang menikah
dengan orang yang berasal dari lapisan sosial di bawahnya akan mengalami
mobilitas vertikal turun. Contohnya seseorang yang memiliki kasta
brahmana menikah dengan kasta sudra maka ia akan kehilangan kasta asalanya.
2.8.3. Konsekuensi Mobilitas Sosial
a.
Konflik
Di saat terjadi
perubahan status pada suatu organisasi atau lembaga, secara manusiawi pasti ada
yang cemburu, iri, atau tidak terima. Aapalagi perubahan status tersebut
menjadikan seseorang turun jabatan atau derajat, maka tidak bisa dipungkiri
akan terjadi konflik. Selain itu konflik juga dapat terjadi karena adanya
perbedaan yang mana dapat disebabkan oleh: perbedaan kebudayaan, perbedaan
antar-individu, perbedaan kepetingan dan perubahan sosial. Masing-masing pihak
yang berkonflik biasanya bersikukuh untuk mempertahankan pendirianya
masing-masing dan berusaha menjatuhkan pendirian lawanya.
b.
Penyesuaian atau Proses akomodasi baru
Konflik di sisi
dapat mengancam stabililitas sosial, akan tetapi di sisi lain konflik juga
dapat dapat mendorong para pihak yang bersiteru untuk menciptakan
penyesuaian-penyesuaian dalam upaya menyelesaikan konflik diantara mereka.
Untuk itu, stabilitas sosial baru lambat laun terbentuk di masyarakat.
Penyesuaian terhadap perubahan yang diakibatkan oleh mobilitas sosial, antara
lain:
·
Berlakunya perlakuan atau aturan yang baru di
masyarakat. Perlakuan atau aturan brupa sistem politik yang baru,, ideologi
baru, tingkat toleransi yang tinggi, tingkat kebebasan yang lebih tinggi, dsb
·
Masyarakat mulai mempunyai sikap baru terhadap
suatu keadaan.
·
Terdapat pergantian dominasi dalam suatu
masyarakat. Misalnya, setelah indonesia merdeka, semua warga berhak
memperoleh pendidikan yang sama.
2.8.4. Faktor-Faktor Pendorong Mobilitas Sosial
Faktor-faktor pendorong
mobilitas sosial yaitu:
1.Status
sosial
2.Keadaan
ekonomi
3.Situasi
politik/kondisi keamanan
4.Motif-motif
keagamaan
5.Kondisi
kependudukan (Demografi)
6.Keinginan
melihat daerah lain
III. KESIMPULAN
Dari
Pembahasan yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan bahwa
- pelapisan sosial yakni pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
- Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat.
- Kelas-kelas dalam masyarakat terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata.
- Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat kedalam suatu lapisan adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan, ilmu pengetahuan.
- Sistem lapisan diperlukan masyarakat karena gejala tersebut memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perananya.
- Peran petani dalam masyarakat adalah penyedia pangan masyarakat dan berkontribusi terhadap kesempatan kerja.
- Mobilitas sosial adalah tindakan berpindah dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soejono.2012.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rajawali Pers.
Rahmawati,
Melina. 2013. Sistem Status dan Pelapisan Masyarakat Desa. https://melinarahmaw15.wordpress.com/bahan-kuliah/sosilogi-pedesaan-dan-pertanian/sistem-status-dan-pelapisan-masyarakat-desa/ Diakses pada 2
April 2015 pukul 12:13 WIB
Anonim A. 2011. Unsur-Unsur Pertanian. http://putra-albert.blogspot.co.id/2011/
06/unsur-unsur-pertanian.html.
Diakses pada 2 April 2016 pukul 12:15 WIB
Anonim B. 2014.http://aguzssudrazat.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-sistem-status-dan-pelapisan.html Diakses pada 2 april 2016 pukul 12:17 WIB
0 comments:
Post a Comment