Tugas : Responsi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Oleh : Cindy Hosiani D.P.S., Ishmah Nurhidayati, M.Hary P., Rica S.A.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2018)
Note :
Guys masa w ditanyain wisuda kapan sampa pembimbing padahal ujian kompre aja belum :( gatau beliau lupa beneran atau menyindir halus :(( maaf ya pak/bu saya jarang bimbingan :(
I.PEMBAHASAN
1.1.
Anotasi Jurnal
Travel Cost Method (TCM)
Effendi.
A, B. Samsul, dan Rusita. 2015. Nilai Ekonomi Jasa Wisata Pulau Tangkil Provinsi
Lampung dengan Pendekatan Metode Biaya Perjalanan: Jurnal Sylva Lestari Vol. 3
No.3, halaman 71-84.
Identifikasi
masalah dalam jurnal ini menunjukan bahwa Pulau Tangkil adalah salah satu objek
wisata di Provinsi Lampung yang masih mengembangkan bentuk-bentuk layanan bagi
pengunjungnya. Objek wisata ini relative baru dikembangkan dan belum diketahui
nilai ekonominya bagi pengunjung, baik dari dalam maupun luar Provinsi
Lampung.Masyarakat umumnya belum mengetahui objek wisata ini, akibatnya
seringkali pengunjung yang datang tidak melalui dermaga penyeberangan utama sehingga
menyebabkan pengunjung mengeluarkan biaya wisata lebih mahal untuk menikmati objek
wisata Pulau Tangkil. Sehingga perlu dilakukan penilaian jasa wisata Pulau
Tangkil dengan pendekatan metode biaya perjalanan yang berkaitan dengan
karakteristik pengunjung.
Penelitian
dilaksanakan di Obyek Wisata Pulau Tangkil yang terletak di Desa Sukajaya
Lempasing, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 - Maret 2015. Responden penelitian
ini adalah pengunjung Obyek Wisata Pulau Tangkil sebanyak 100 orang. Jenis data
yang diambil dalam penelitian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diambil secara langsung di lapangan, data ini berupa data
biaya perjalanan dan karakteristik pengunjung. Data sekunder berupa data
pustaka yang didapat dari pengelola maupun pihak lain berupa data kondisi umum
dan jumlah pengunjung.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan pada objek wisata Pulau Tangkil memperoleh data
biaya perjalanan total yang dikeluarkan pengunjung adalah sebesar Rp37.927.000
/kali kunjungan, dengan demikian nilai ekonomi jasa wisata Pulau Tangkil dapat
diketahui melalui biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh pengunjung. Biaya
perjalanan total sebesar Rp37.927.000 dibagi dengan jumlah responden sebanyak
105 orang, dengan demikian biaya perjalanan rata - rata yang dikeluarkan oleh pengunjung
sebesar Rp361.209 /orang/kali kunjungan. Perhitungan data penelitian memperoleh
nilai ekonomi jasa wisata Pulau tangkil sebesar Rp10.888.284.096/tahun. Nilai
tersebut diperoleh dari biaya rata-rata perjalanan pengunjung sebesar
Rp361.209/orang/kunjungan dikalikan dengan jumlah pengunjung selama 2014 sebanyak
30.144 orang. Nilai ekonomi Obyek Wisata Pulau Tangkil cukup tinggi
dibandingkan dengan objek wisata lain. Seperti yang dirujuk oleh peneliti,
menurut Wawo dkk (2008), wisata pantai Hunimua yang berada di kota Ambon, hanya
memiliki nilai ekonomi
sebesar
Rp1.174.944.301/tahun.
Penelitian ini mengkorelasikan biaya perjalanan dengan
karakteristik pengunjung menggunakan software Minitab 16. Biaya
perjalanan dianggap sebagai variabel dependen atau variabel terikat (variabel
Y), sedangkan variabel independen (variabel X) terdiri atas jenis kelamin,
umur, pendapatan, status pernikahan, tanggungan, motivasi kunjungan, kendaraan,
cara berkunjung, waktu luang, frekuensi berkunjung, pintu mutun; serta variabel
dummy (D) yaitu pendidikan (SMP/SMA/PT), pekerjaan (mahasiswa, ibu rumah
tangga, swasta, PNS, pengusaha), asal pengunjung (luar kabupaten, luar
provinsi), dan waktu berkunjung (akhir pekan, nyepi, imlek, natal, tahun baru).
Sehingga berdasarkan hasil regresi didapatkan persamaan sebagai berikut:
Yi = 242 - 20,0 KLi +
5,71 UMi
+
132 D1_SMPi
+
108 D1_SMAi
+
63,1 D1_PTi
+ 40,8 D2_MHSi +
17,5 D2_IRTi
+
48,3 D2_SWTAi
+
50,9 D2_PNSi
+ 109 D2_USHi +
42,9 PKJ TBi
+
0,0232 PDTi
+
12,8 ST MNi
+
47,5 TGGi
+ 31,4 D3_L KABi + 415
D3_L PROVi
-
65,6 MTVi
+
73,4 D4_WNi
+ 40,5 D4_NYEPIi + 101
D4_IMLEKi
+
71,7 D4_NATLi
+
124 D4_N YRi
+
31,5 CR BKJi -
20,4 KNDi +
92,0 WLi +
12,0 FR BKJi +
26,9 PNT MTNi
Berdasarkan
penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai ekonomi jasa wisata
Pulau Tangkil Provinsi Lampung menunjukkan angka sebesar
Rp10.888.284.096/tahun, dengan biaya perjalanan rata-rata pengunjung sebesar Rp361.209/orang/kali
kunjungan. Besarnya biaya perjalanan ini dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan
pengunjung dari rumah hingga menuju objek wisata Pulau Tangkil untuk menikmati
atraksi yang ada dan juga karakteristik pengunjung.
Kekurangan
dalan isi jurnal tersebut adalah tidak adanya penulisan tujuan penelitian,
sehingga membuat pembaca kebingungan mengenai pokok bahasan jurnal. Berdasarkan
isi jurnal, maka diketahui bahwa tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
nilai ekonomi jasa wisata pulau tangkil dan menganalisis permodelan
karakteristik pengunjung ke Obyek Wisata Pulau Tangkil. Metode penelitian yang
dilakukan peneliti tidak dicantumkan secara jelas, diduga bahwa metode
penelitian yang dilakukan adalah survey. Selain itu, tidak terdapat penjabaran
variabel secara jelas meliputi variabel Y dan variabel X, sehingga pembaca
hanya menerka-nerka dari pembahasan. Definisi operasional variabel kurang jelas
karena pada beberapa bagian atau rumus tidak mencantumkan keterangan nama
variabel. Materi pembahasan sudah baik dan lengkap, namun kurang tertata dengan
rapi alurnya karena terdapat beberapa paragraf yang ide pokoknya tidak
diarahkan ke alur tertentu, sehingga alur pemikiran acak-acakan.
1.2.
Anotasi Jurnal
Extended Cost Benefit Analysis (ECBA)
Prasmatiwi. F. E, Irham, Suryantini.
A dan Jamhari (2010). Analisis
Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan HutanKabupaten Lampung Barat dengan
PendekatanNilai Ekonomi Lingkungan: Jurnal Pelita
Perkebunan 2010, Vol 26 No 1, Halaman 57—69.
Identifikasi masalah pada
penelititan ini adalah terletak pada pengelolaan usahatani kopi di kawasanhutan
yang kurang baik merupakan sumberpenggundulan hutan dan degradasi lahan.Petani
kopi diharapkan dapat menekankerusakan lingkungan melalui kemauanmembayar (willingness
to pay, WTP)external cost dalam rangka perbaikanlingkungan sehingga
dapat meningkatkanmanfaat sosial pada lingkungan. Padapenelitian ini dikaji
seberapa besar kemauanmembayar (WTP) biaya eksternal petanikopi dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.Kajian tentang sistem kopi naungan
ataumultistrata menjadi penting berkaitan denganprogram Hutan Kemasyarakatan
(HKm).Pemerintah memberikan hak penguasaanlahan dalam bentuk izin kelola HKm
atasareal yang selama ini telah dikelola. Melaluiprogram HKm masyarakat
mengintegrasikanberbagai jenis tanaman kayu dan tanamannon-kayu (MPTS, multi-purpose
tree species)serta tanaman setahun dengan prinsipkonservasi. Hal ini diatur
oleh SK BupatiLampung Barat No. 11/2004 yangmewajibkan anggota kelompok
HKmmenanam minimal 400 batang per hektarpepohonan berjenis kayu dan buah selaintanaman
kopi.
Penelitian inibertujuan untuk
mengkaji (1) keberlanjutan usahatani kopi di kawasan hutan KabupatenLampung
Barat dan (2) besarnya kemauan membayar (willingness to pay, WTP)biaya
ekternal petani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian dilaksanakan di
KecamatanSumberjaya, Kabupaten Lampung Baratpada bulan Juni - Oktober 2009.
KecamatanSumberjaya dipilih dengan pertimbanganbahwa kecamatan tersebut
terdapat empatkawasan hutan lindung dan mayoritas petanimengusahakan kopi di
hutan lindung.Sebagian besar petani di Sumberjaya telahmemiliki izin kelola
hutan melalui programHKm. Dari kecamatan tersebut diambil duadesa yaitu Desa
Tugusari dan Tribudi Syukuryang mayoritas penduduknya bermatapencaharian
sebagai petani kopi di kawasanhutan. Jumlah contoh dalam penelitian iniadalah
50 orang petani yang mengusahakankebun kopi di kawasan hutan yang diambilsecara
acak.
Berdasarkan jurnal tersebut, peneliti merujuk pada
penelitian sebelumnya untuk mendukung penelitiannya. Kecamatan Sumberjaya terletak
di bagianhulu DAS Tulang Bawang dan Mesuji, dikenal dengan nama (DAS) Way
Besay. Konversi hutan menjadi kebun kopi di Sumberjaya menyebabkan luasan hutan
di hulu DAS WayBesay berkurang dari 60% pada tahun 1970-an menjadi 10% pada
tahun 2000 dari totalluas lahan. Pada periode yang sama, luasperkebunan kopi
meningkat dari 8% pada tahun1970 menjadi 70% pada tahun 2000 (Syamet al.,
1997; Van Noordwijk et al., 2002; danVerbist et al., 2005).Menurut Manurung (2001), kegiatan konversi hutan telah
menjadi salah satu sumber perusakan hutan alam Indonesia, bahkan menjadi
ancaman terhadap hilangnya kekayaankeaneka-ragaman hayati ekosistem hutan
hujantropis Indonesia.
Praktek konversi hutanseringkali
menjadi penyebab utamabencana kebakaran hutan dan lahan. Halini dipertegas oleh
Van Noordwijk (2000)yang menyatakan bahwa konversi hutantropis yang demikian
cepat telah menjuruskepada musnahnya keanekaragamanhayati, pelepasan karbon ke
atmosfir,masalah gangguan asap kebakaran hutan,dan menurunnya fungsi DAS.Keberlanjutan
usahatani kopi menjadiisu yang penting pada saat ini sejalandengan adanya
tantangan program sertifikasipada perdagangan kopi dunia (Perfecto etal.,
2005).
Salah satu persyaratan
dalamberbagai program sertifikasi adalah adanya naungan pada kebun kopi (Kine,
2009; Mas& Dietsch, 2003). Perkebunan kopi dengan pohon naungan akan
membentuk suatu agroekosistemkopi naungan yang mempunyaiperanan penting
ditinjau dari aspek sosial,ekonomi dan konservasi (Hernandez-Martinez et al.,
2009). Kopi bernaunganmempunyai nilai konservasi (Rapole et al.,2003)
baik mengkonservasi habitat maupunbiodiversitas (Sorby, 2002; Lopez-Gomezet
al., 2008) dan menyediakan layananekosistem yang hampir sama dengan
hutanmeskipun pada level sedikit di bawah hutan(Blackman et al., 2007).
Baon et al.
(2003)menyimpulkan bahwa tanaman penaungdapat berfungsi sebagai sumber
bahanorganik penting yang murah dan mudahdiperoleh. Dengan demikian,
alternatifpilihan untuk mengantisipasi dampakkerusakan lingkungan yang lebih
besar adalahdikembangkan sistem kopi naungan atausistem multistrata.Menurut
Prawoto (2008),agroforestri kopi menggunakan berbagaitanaman naungan diharapkan
mampumenjaga keberlanjutan usahatani. Padapenelitian ini dikaji apakah kopi
bernaungankompleks (multistrata) lebihberkelanjutan dibandingkan sistem
yanglain.
Berdasarkan
jurnal tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu berdasarkan
analisis ekonomi ECBA, yaitudengan turut memperhitungkan total nilailingkungan
dan sosial yang terjadi, besarnyaNPV tergantung dari berapa besarnya
biayalingkungan dan biaya sosial. Usahatani kopidi kawasan hutan menjadi tidak
layak atautidak berkelanjutan (NPV negatif) bila totalbiaya lingkungan dan
biaya sosial mencapai lebih besar dari US$536/ha. Bila biayaeksternalitas
US$458 maka besarnya NPVadalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR26,88%.
Dengan melalukan kebijakan
pemberian izin HKm yangmewajibkan penanaman MPTS minimum400 pohon/ha dapat
meningkatkankeberlanjutan usahatani kopi di kawasan.Petani juga bersedia
membayar(WTP) biaya eksternal Rp475.660/tahun untuk perbaikan konservasi
tanah,menambah tanaman naungan, membayarpajak lingkungan, dan kegiatan
reboisasi.Faktor-faktor yang berpengaruh nyataterhadap besar kemauan membayar
(WTP)biaya eksternal adalah luas lahan usahatani,produktivitas lahan,
pendapatan rumahtangga, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan petani
tentang manfaat hutan.
Kekurangan dalan isi jurnal tersebut
adalah tidak adanya penulisan tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah kalimat
yang menunjukan indikasi kearah mana penelitian dilakukan atau data data serta
informasi apa yang akan di capai dari penelitian itu. Tidak adanya penulisan
tujuan penelitian dalam jurnal ini menyebabkan pembaca
kebingungan mengenai pokok bahasan jurnal.
II. KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Dalam
rangka menekan kerusakan lingkungan, petani bersedia membayar (WTP) biaya
eksternal Rp475.660/tahun untuk perbaikan konservasi tanah, menambah tanaman
naungan, membayar pajak lingkungan, dan kegiatan reboisasi.
2.
Nilai ekonomi jasa
wisata Pulau Tangkil Provinsi Lampung menunjukkan angka sebesar
Rp10.888.284.096/tahun, dengan biaya perjalanan rata-rata pengunjung sebesar Rp361.209/orang/kali
kunjungan.
3.
Kekurangan dari kedua
jurnal pada bab sebelumnya adalah tidak dituliskannya tujuan penelitian
sehingga membuat pembaca kebingungan mengenai pokok bahasan jurnal.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi.
A, B. Samsul, dan Rusita. 2015. Nilai Ekonomi Jasa Wisata Pulau Tangkil
Provinsi Lampung dengan Pendekatan Metode Biaya Perjalanan: Jurnal Sylva Lestari Vol. 3 No.3, halaman
71-84.
Prasmatiwi,
F.E. Irham, Any S. Jamhari. 2010. Analisis keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan
Hutan Kabupaten Lampung Barat dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan. Pelita
Perkebunan Volume (26) No 1,Halaman 57-69
Wawo,
Mintje., A. James., H.S. Johana . 2008. Valuasi ekonomi wisata Pantai Hunimua Desa
Liang Kecamatan Salahutu-Maluku Tengah.Jurnal Ichtyos. 8(1) : 49—54.
0 comments:
Post a Comment