Tugas : Dasar-dasar Manajemen
Oleh : Cindy Hosiani DPS., Ferentia Aurora, Ishmah Nurhidayati.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2016.
Oleh : Cindy Hosiani DPS., Ferentia Aurora, Ishmah Nurhidayati.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2016.
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manajemen selalu terdapat dan sangat
penting untuk mengatur semua kegiatan dalam ruah tangga, sekolah, koperasi,
yayasan, pemerintahan, dan lain sebagainya. Dengan manjemen yang baik maka
pembinaan kerja sama akan serasi dan harmonis, saling menghormati dan
mencintai, sehingga tujuan optimal akan tercapai. Begitu pentingnya peranan
manajemendalam kehidupan manusia sehingga mengharuskan kita mempelajari, menghayati,
dan menerapkannya demi hari esok yang lebih baik.
Kepemimpinan merupakan salah satu
intisari majemen, sumber daya pokok, dan titik sentral dari setiap aktivitas
yang terjadi dalam suatu organisasi. Dengan kepemimpinan yang baik, proses
manajemen akan berjalan lancar dan bawahan bergairah menjalankan
tugas-tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja, dan proses manajemen suatu
organisasi akan baik, jika tipe, gaja, cara atau style kepemimpinan yang
diterapkan pemimpinnya baik.
Pengarahan adalah fungsi manajemen
yang terpenting dan paling dominan dalam proses manajemen. Fungsi ini baru
dapat diterapkan setelah rencana, organisasi, dan karyawan ada. Jika fungsi ini
diterapkan maka proses manajemen dalam merealisasikan tujuan dimulai. Penerapan
fungsi ini sangat sulit, rumit dan kompleks, karena karyawan adalah makhluk
hidup yang punya pikiran, perasaan, harga diri, cita-cita, dan lain-lainnya.
Manajemen adalah mencapai tujuan
melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Ini berarti pimpinan menyuruh bawahannya
untuk mengerjakan sebgaian dari tugas-tugasnya dalam mencapai tujuan
perusahaan. Pimpinan dalam membina kerja sama, mengarahkan dan mendorong gairah
kerja para bawahannya, perlu memahami perilaku dari bawahannya. Perilaku
tersebut dapat diketahui dengan mempelajari psikologi, sosiologi, antropologi,
psikologi sosial, dan psikologi manajemen.
Motivasi mempersoalkan bagamana
caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan
memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan
organisasi. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap
individu mau bekerja keras dan antusias untk mencapai produktivitas kerja yang
tinggi.
Sedangkan komunikasi merupakan hal
yang terpenting dalam manajemen, karena proses manajemen baru terlaksana jika
komunikasi dilakukan. Pemberian perintah, laporan, informasi, berita, saran,
dan menjalin hubungan-hubungan hanya dapat dilakukan dengan komunikasi, tanpa
komunikasi proses manajemen tidak terlaksana.
Melihat pentingnya unsur kepemimpinan,
pengarahan, perilaku, motivasi dan komunikasi dalam manajemen maka perlu
pemahaman yang baik dan tepat akan hal-hal tersebut. Oleh karena itu, kami
mencoba untuk mengidentifiksi unsure-unsur tersebut dalam film “The Last
Samurai”.
1.2. Tujuan
1.
Untuk
mengidentifikasi unsur-unsur kepemimpinan, pengarahan, perilaku, motivasi dan
komunikasi dalam film “The Last Samurai”
II.PEMBAHASAN
2.1. Kepemimpinan dalam Film The Last
Samurai
Terdapat
beberapa pemimpin dalam film ini, meskipun tidak seluruhnya menonjol.
Masing-masing pemimpin tersebut memiliki karakteristik dan gaya yang berbeda
dalam memimpin. Pemimpin tersebut antara lain Kaisar Meiji, Katsumoto, Nathan
Algren. Mereka juga memiliki kepentingan yang berbeda-beda, tidak hanya memimpin
tetapi memiliki maksud terselubung tertentu.
a.
Kaisar Meiji
Kaisar
Meiji adalah orang yang paling berpengaruh dalam cerita ini. Beliau adalah
pemegang kendali, paling dihormati, dan paling dijunjung tinggi di Jepang
pada era tersebut. Apa pun yang diputuskan Kaisar akan mempengaruhi hidup orang
di seluruh Jepang.Kaisar selalu berada di istana dan tidak meninjau keadaan
negerinya secara langsung. Ia hanya mendengar laporan dari
penasehat-penasehatnya. Ini membuat Kaisar tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya,
sehingga keputusan-keputusan yang diambilnya tidak efektif karena tidak sesuai
dengan keadaan dan apa yang diinginkan rakyatnya.
Kaisar
Meiji mempunyai banyak penasehat, yang paling menonjol adalah Omura. Omura
sangat mendukung adanya modernisasi di Jepang dan telah melakukan perjanjian
kerjasama dengan pihak Barat. Disisi lain, Katsumoto sebagai ketua Samurai
tidak mendukung keputusan tersebut. Ia sangat mempertahankan tradisionalisme.
Kaisar
sebenarnya mengingini jalan tengah, akan tetapi ia tidak mampu melepaskan diri
dari tekanan penasehatnya, yakni Omura. Omura meyakinkan bahwa modernisasi
sangat diinginkan oleh rakyat dan dapat membawa Jepang ke era kejayaan. Kaisar
menyetujui saja, apa pun yang dianjurkan oleh Omura, tanpa mempertimbangkan
akibat-akibatnya terhadap seluruh rakyat. Saat Omura bahkan memerintahkan
pasukan dan Nathan untuk menghabisi Samurai, Kaisar tidak mengambil keputusan
pribadi dan menyetujuinya saja.
Menurut
kelompok kami, kepemimpinan yang dilakukan Kaisar Meiji sangat tidak efektif,
bahkan dapat dibilang gagal. Kaisar Meiji, pada saat itu, sama sekali tidak
menjalankan fungsi kepemimpinan yang utama, yaitu mengambil dan merealisasikan
keputusan untuk kelangsungan hidup negaranya. Kaisar kurang menggunakan otoritasnya
sebagai pengambil keputusan tertinggi. Dia sedikit banyak tahu bahwa tindakan
yang dilakukan Omura terlalu berlebihan, namun tidak berdaya untuk mencegahnya.
Padahal, ia adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan apapun yang dikatakannya
adalah perintah bagi bawahannya.
Meskipun
perencanaan negara dibuat oleh Omura, seharusnya Kaisar meninjaunya ulang,
kemudian mengambil keputusan apakah perencanaan tersebut sesuai dengan keadaan
negara. Kaisar kurang menyadari bahwa apa pun yang dia putuskan akan berakibat
pada seluruh negeri. Keputusannya dalam hal membiarkan Omura memegang kendali,
akhirnya menyebabkan perpecahan dalam negara. Perang tersebut menyebabkan
kematian rakyat Jepang dalam jumlah sangat besar. Sebagaimana diketahui, Men
(sumberdaya manusia) adalah unsur penting dalam manajemen. Kehilangan
sumberdaya manusia berarti negara kehilangan investasi yang sangat besar dalam
pembangunan dan kelangsungan hidup negara.
Model
kepemimpinan yang digunakan oleh Kaisar Meiji adalah visionary leadership,
meskipun mungkin dalam prakteknya kurang benar. Visionary Leadershipdidasarkan
pada tuntutan perubahan zaman yang meminta dikembangkannya secara intensif
peran organisasi dalam menciptakan sumber daya manusia yang handal bagi
pembangunan, sehingga orientasi visi diarahkan pada mewujudkan nilai komparatif
dan kompetitif para anggotanya sehingga tetap bisa bersaing dengan berbagai
inovasi-inovasi yang terus berkembangan seiring dengan tantangan zaman.
Kaisar
Meiji melakukan perubahan besar-besaran di Jepang dengan melakukan pembaratan
di semua lini. Mulai dari pakaian, membuat transportasi dengan kereta, dan juga
dalam bidang militer.Reformasi yang dilakukan oleh Kaisar Meiji disebut
Restorasi Meiji, walaupun dalam film tersebut tidak terlalu ditonjolkan mengenai
perubahan yang dilakukan oleh Kaisar tersebut karena dominasi Omura yang lebih
tampak dalam pemerintahan. Namun dalam film tersebut terlihat adanya perubahan
yang terjadi di Jepang seperti mulai banyak orang-orang yang berpakaian ala
barat, adanya pembangunan rel kereta api, dan dalam bidang militer jepang mulai
meninggalkan pedang dan menggunakan peralatan perang yang modern.
Hal
ini menunjukkan bahwa seorang Kaisar Meiji mencoba membuat Jepang dapat
bersaing di dunia dan tidak lagi tertutup sehingga dia mendatangkan ahli-ahli
dari dunia Barat yang dapat memberikan kontribusi untuk kemajuan Jepang. Dalam
pandangan kami, dengan melakukan hal ini artinya Kaisar Meiji adalah seorang
Pemimpin yang melaksanakan kepemimpinannya berdasarkan tuntutan zaman. Kaisar
Meiji adalah juga seorang yang inovatif dan kompetitif dan mempunyai visi bahwa
Jepang akan dapat bersaing dengan kekuatan asing di luar sana.
b.
Katsumoto
Katsumoto
adalah pemimpin samurai yang menjunjung tradisi Jepang secara turun – temurun.
Hal tersebut bertolak belakang dengan Omura yang berorientasi pada modernisasi.
Katsumoto menginginkan sebuah sistem pertahanan negara yang relatif stabil
daripada sistem yang bergerak ke arah pertumbuhan dan tetap mempertahankan ciri
khas bangsa. Dalam manajemen, hal ini tidak seharusnya dilakukan. Sebuah
organisasi (dalam kaitan film ini adalah negara) seharusnya mengembangkan diri
secara visioner tanpa melupakan identitasnya.
Meskipun
kaum Samurai dianggap sebagai pemberontak dan menghambat modernisasi Jepang,
tetapi setiap anggota kaum tersebut sangat loyal kepata Katsumoto dan
identitasnya sebagai samurai. Mereka hidup bersama dalam suatu desa,
mengembangkan diri dalam tradisi bersama-sama, dan memiliki loyalitas melayani
Kaisar sangat tinggi meskipun mereka adalah kaum yang ditolak oleh pihak
kekaisaran. Hal ini menunjukkan bahwa Katsumoto berhasil dalam mempertahankan
keutuhan komunitasnya meskipun sulit. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa
gaya kepemimpinan yang digunakan Katsumoto adalah kepemimpinan partisipatif.
Katsumoto melakukan tugasnya secara persuasif, menciptakan kerjasama yang
menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahannya. Beliau sangat dekat dengan
anggota komunitasnya. Terjalin partisipasi yang sangat baik antar anggota
Samurai dan Katsumoto dalam pengambilan keputusan, memberikan informasi,
saran-saran, dan pertimbangan. Katsumoto memengaruhi bawahannya secara expert
power (kekuasaan karena keahlian). Ia mampu mempengaruhi bawahan dengan
keahlian, kecakapan, dan kemampuannya sehingga menimbulkan kharisma pemimpin
dan dapat memimpin bawahannya.
Katsumoto
juga tergolong sebagai pemimpin yang karismatik. Menurut Maxwell, pemimpin
kharismatik dapat dilihat pada karakteristik berikut ini:
1) Pemimpin
yang mencintai hidup, karakteristiknya sangat menyenangkan. Katsumoto dalam
kondisi yang tertekan tetap menghargai dan menikmati hidupnya. Energi yang luar
biasa ia tunjukkan melalui kemapuannya berperang dan memimpin pasukan.
2) Mempunyai
nilai yang sangat potensial terhadap orang lain, melihat orang lain tidak
secara individu orang tersebut tetapi lebih melihat apa yang akan dilakukan
oleh seseorang.Katsumoto masih menjadi sosok yang dianggap guru oleh Kaisar
walaupun dia menolak modernisasi. Dalam memandang Kaisar
3) Pemimpin
yang memberikan harapan, kepemimpinan karismatik membuat orang mempunyai
harapan akan jauh lebih baik lagi masa depan dari suatu organisasi.Dalam
keadaan tertekan, Katsumoto berpegang teguh pada pendirian untuk menjaga garis
nilai-nilai kebijaksanaan hidup tradisi Jepang. Dirinya yakin bahwa nilai-nilai
tersebut harus tetap dipertahankan.
4) Pemimpin
yang suka berbagi. Katsumoto bersedia berbagi kebijaksanaan, tradisi, dan
beladiri Jepang dengan memperbolehkan orang yang pernah bertempur dengannya,
Nathan.
c.
Nathan Algren
Ketika
di Amerika, ia adalah pemimpin kesatuan prajurit Amerika dalam perang melawan
suku Indian. Ia sukses dalam peperangan, karenanya sangat dihormati dan
dieluk-elukkan oleh masyarakat Amerika kulit putih. Meskipun demikian, ia tidak
bahagia dengan itu karena konflik batin yang melanda dirinya. Ia pergi ke
Jepang untuk melatih prajurit Jepang menggunakan alat tempur modern. Pada satu
pertempuran melawan samurai, ia dikalahkan dan menjadi tawanan Katsumoto. Nathan
Algren adalan korban banyak pihak yang berkuasa: pemerintah Amerika, pemerintah
Jepang, Omura, dan Katsumoto. Ia sosok yang mengasingkan dirinya dari menjadi
pengikut siapa-siapa dan menanamkan banyak kebencian, termasuk pada dirinya
sendiri yang dianggapnya telah berbuat jahat.
Sebagai
tokoh utama film, Nathan Algren ironis tak punya kuasa apa-apa dan justru
dikuasi oleh banyak pihak, meskipun pada akhirnya ia tetap memilih mengikuti
siapa. Namun, di akhir ia bisa menjadi tokoh yang tanpa power apapun
mampu mempengaruhi/ menggerakkan hati kaisar agar menggunakan kekuatannya untuk
menundukkan Omura dan memelihara cita-cita Katsumoto.
Sebagai
pemimpin perang, Nathan menunjukkan tipe kepemimpinan. Nathan mampu
mempengaruhi bawahannya secara expert power, karena kecakapan dan keahlian
dalam memimpin perang yang ia miliki. Bahkan banyak pemimpin negara yang
percaya dan mengapresiasi kemampuan perangnya. Saat berada dalam lingkungan
samurai, ia melihat begitu banyak sikap Katsumoto sebagai pemimpin yang patut dicontoh.
Ia bahkan mempelajari budaya dan cara berperang dari Samurai yang sangat
bertolak belakang dengan budaya yang selama ini dianutnya. Dengan cara
tersebut, ia dapat menguasai banyak teknik perang dan dapat menjadi
referensinya dalam menyusun rencana penyerangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Nathan menggunakan Teori Sifat untuk belajar menjadi pemimpin yang ideal. Ia
mengamati dan meneliti secara induktif sifat Katsumoto, yang sangat dihormati
oleh bawahannya sehingga dapat menciptakan komunitas yang loyal dan berharga
diri tinggi.
Nathan
dalam memimpin perang, pada awalnya, menggunakan gaya kepemimpinan birokratis.
Sebagai orang yang paling diandalkan Kaisar dan Omura dan dipandang memiliki
kemampuan perang diatas rata-rata, ia dipercaya untuk memimpin pasukan perang,
tetapi harus berdasarkan prosedur dan peraturan dari Kaisar dan Omura. Meskipun
pasukan perang Jepang belum siap baik secara mental dan kemampuan perang, ia
tetap harus melaksanakan perang dan berakibat pada kekalahan telak pasukan Jepang.
Gaya kepemimpinn ini dapat dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan
peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur
yang berlaku bagi pemipin dan anak buahnya. Pemimpin yang birokratis pada
umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku
tanpa adanya fleksibilitas.
Akan
tetapi, setelah berada di lingkungan Samurai, gaya kepemimpinan Nathan berubah
menjadi kepemimpinan partisipatif karena ia merlihat gaya kepemimpinan tersebut
efektif digunakan oleh Katsumoto. Dengan gaya kepemimpinan partisipatif, Nathan
dan Katsumoto mampu mengorganisasikan para samurai untuk berperang melawan
Jepang kedua kalinya. Mereka menggunakan strategi perang yang sangat baik,
bahkan tidak tercium oleh Kolonel Bagley (pemimpin perang Jepang) sekalipun.
Pihak Samurai meninggal secara hormat dalam perang, bahkan Kolonel Bagley dan
sisa pasukan memberikan hormat untuk mengapresiasi mereka.
2.2. Motivasi dalam Film The Last
Samurai
Menurut kelompok kami motivasi yang ada dalam film
The Last Samurai berasal dari dalam diri Katsumoto. Motivasi yang ditunjukkan
oleh Katsumoto memiliki tujuan mengalahkan Kolonel Bagley dan mengingatkan
Kaisar Jepang untuk tidak terpengaruh oleh kebudayaan Barat. Motivasi yang
dilakukan oleh Katsumoto melibatkan Nathan Algren untuk mencapai tujuan yang
diinginkan Katsumoto melalui pelatihan masyarakat samurai. Selain itu motivasi
yang muncul dari Katsumoto yaitu mengarahkan Nathan Algren untuk memanfaatkan
alat-alat perang yang dimiliki samurai dan Katsumoto meminta Algren untuk
mematuhi perintahnya. Motivasi tersebut memberikan hasil yang memuaskan dimana
tujuan yang diinginkan oleh Katsumoto tercapai meskipun Katsumoto tidak dapat
merasakan hasil yang didapat sebab Katsumoto telah meninggal dalam peperangan.
2.3. Perilaku dalam Film The Last
Samurai
Perilaku
merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin dalam rangka
memahami bawahan yang dipimpin olehnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sikap
dan cara bertindak yang tepat dalam menghadapi bawahan atau bahkan sainggannya.
Dalam film
“The Last Samurai” hal ini diperlihatkan oleh Nathan Algren. Sebelum melatih
tentara jepang, Nathan Algren mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan mereka
tentang penggunaan senjata apa sehingga mengetahui cara yang tepat untuk
melatihnya. Pengamatan perilaku ini juga dilakkan Nathan ketika pasukannya
diperintahkan untuk berperang. Melalui pengamatan perilaku pasukannya Natahan
tahu bahwa pasukannya belum siap untuk berperang.
Selain
itu, Pengamatan perilaku dilakukan oleh Nathan ketika dirinya dijadikan tawanan
oleh kelompok samurai. Ia mulai memahami budaya mereka, dan alasan mereka
menjadi pemberontak di negara tersebut. Sehingga Algren yang
sedikit-sedikit mempelajari budaya samurai itu mulai mencintai apa yang tadinya
menjadi musuhnya.
2.4. Komunikasi dalam Film The Last
Samurai
Menurut
kelompok kami komunikasi yang ada dalam film The Last Samurai yaitu komunikasi
formal. Komunikasi formal ditunjukkan melalui pesan yang diberikan dari Kaisar
Jepang agar rakyatnya mendukung adanya modernisasi di Jepang dan perjanjian
kerjasama dengan pihak Barat. Pesan tersebut disampaikan kepada rakyat jepang
melalui penasehat-penasehatnya dan Ketua Samurai yaitu Katsumoto yang menentang
pesan tersebut.
Komunikasi
juga terjadi antara Katsumoto dan Nathan Algren, Katsumoto memberi pesan kepada
Nathan untuk menuruti segala pesan yang diinginkan untuk memberontak terhadap
Kaisar Jepang. Pesan yang diberikan oleh Katsumoto dilaksanakan oleh Nathan
Algren dengan membantu dalam peperangan. Komunikasi yang dilakukan oleh
Katsumoto memiliki hambatan seperti hambatan semantis dimana adanya hambatan
dalam bahasa yang ditunjukkan oleh Nathan yang tidak dapat mengerti bahasa
Jepang dan Nathan harus mempelajari bahasa tersebut agar dapat mengerti. Hasil
yang didapat dari komunikasi ini yaitu tujuan yang diinginkan oleh Katsumoto
untuk tetap mempertahankan tradisionalitas meskipun sudah ada modernitas.
2.5. Pengarahan dalam Film The Last
Samurai
Salah satu ahli
menyebutkan bahwa pengertian pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok,
agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mecapai
tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Menurut
kelompok kami, fungsi pengarahan ini dijalankan oleh Katsumoto sebagai ketua
dari kelompok samurai.
Katsumoto mampu
mengarahkan kelompoknya untuk melakukan usaha-usaha yang menurutnya akan membantu
mencapai tujuan mereka, yaitu kesadaran Kaisar untuk tetap mempertahankan
budaya asli mereka. Fungsi pengarahan ini dilakukan dengan sangat baik,
sehingga anggotanya mau melaksanakan perintah-perintah Katsumoto walaupaun
nyawa mereka menjadi taruhannya. Hal ini juga terilhat saat persiapan perang
dilakukan. Katsumoto, dengan bantuan Nathan mengarahkan pasukannya untuk
menyiapkan peralatan perang sesuai denga strategi yang telah mereka buat.
III.KESIMPULAN
Bedasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Unsur-unsur kepemimpinan,
pengarahan, perilaku, motivasi dan komunikasi banyak terdapat dalam film “The
Last Samurai” dan banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam film tersebut deperti
Kaisar, Katsumoto dan Nathan.
LAMPIRAN
Sinopsis
Film The Last Samurai
Nathan
Algren merupakan seorang mantan kapten perang ditawari melatih pasukan Jepang
untuk menumpas pemberontak oleh salah satu utusan jepang bernama Omura. Omura dapat menemui Nathan Algren melalui
mantan Kolonelnya yang bernama Bagley.
Hal ini mengingatkannya kembali akan kenangan masa lalunya ketika ia
menjadi kapten saat perang melawan pasukan Indian. Dengan tawaran gaji yang tinggi akhirnya
Algren menerima permintaan tersebut.
Dimulailah
pelatihan pasukan Jepang yang tidak pandai menggunakan senjata api. Para pasukan Jepang yang berasal dari rakyat
jelata dan petani dilatih untuk menggunakan senapan mesin. Saat pasukan yang di
latih oleh Algren masih belum mahir menggunakan senjata, Algren diperintahkan
untuk membawa mereka ke dalam pertempuran melawan kelompok pemberontak samurai
yang dipimpin oleh Katsumoto. Hasilnya
dapat diterka, pasukan yang dilatih Algren kalah telak. Algren yang menolak
mundur melawan pasukan samurai sampai titik darah penghabisan. Adik ipar
Katsumoto, bertopeng merah samurai Hirotaro, bersiap untuk membunuh Algren yang
jatuh, namun Algren melawan dan mengambil sebuah tombak, menusuk fatal Hirotaro
di leher.
Algren
nyaris saja mati di medan perang itu tetapi Katsumoto yang melihat kejadian itu
memilih untuk membawanya ke desa tempat Algren ditawan oleh Katsumoto. Dibawa
ke desa markas pasukan pemberontak, Algren dirawat oleh Taka yang merupakan
seorang istri dari adik ipar Katsumoto yang dibunuhnya. Kepatuhan Taka pada
Katsumoto membuatnya tetap merawat Algren dengan baik sekalipun dalam hati ia
dendam karena suaminya terbunuh sampai Algren kembali pulih.
Algren
ditawan di desa tersebut selama musim gugur.
Selama masa tawanannya di desa markas para samurai, perlahan Algren
mengenal kultur budaya para pasukan samurai yang disebut pemberontak itu.
Pasukan yang terasingkan dan dianggap pemberontak karena kemajuan zaman,
pasukan yang turun temurun melindungi rakyat dan terlupakan karena budaya mulai
terlupakan, pasukan yang dianggap pemberontak hanya karena ingin melindungi
kaisar dari budaya asing. Algren yang sedikit-sedikit mempelajari budaya
samurai itu mulai mencintai apa yang tadinya menjadi musuhnya, sampai akhirnya
ia mendapatkan inti tentang semangat ksatria, semangat bushido.
Setelah menjadi tawanan terhormat dari Katsumoto melihat
bahwa Kaisar Jepang sudah terpengaruh oleh kebudayaan Barat serta persenjataan
modern yang ditunjukkan oleh para pedagang senjata, dan bertekad akan menghapus
keberadaan Samurai, yang selama ini telah menghormati dan sangat loyal pada
Kaisar. Sebagai
wakil dari budaya modern yang pernah terlibat dalam penghancuran suku bangsa
asli Amerika, Algren tidak rela para Samurai itu dibantai oleh senjata buatan
negaranya.
Algren
belajar pedang dengan Ujio dan belajar bahasa Jepang dengan penduduk setempat
dan ia pun mendapatkan rasa hormat mereka. Suatu malam, ketika orang-orang
menonton teater komedi jepang, sekelompok ninja pembunuh menyerang desa. Algren
ikut membantu samurai melawan ninja dan Samurai berhasil mengalahkan ninja,
Algren menyimpulkan bahwa serangan itu berasal oleh Omura.
Dengan
datangnya musim semi, Algren dibawa kembali ke Tokyo. Di sana ia mengetahui
bahwa tentara di bawah komando Bagley, lebih terorganisir dan dilengkapi dengan
meriam dan senapan dari Amerika Serikat. Omura menawarkan Algren dalam pasukan
komando jika dia setuju untuk menumpas pemberontakan samurai, tapi Algren tidak
menjawab. Secara pribadi, Omura perintah anak buahnya untuk membunuh Algren
jika ia mencoba untuk memperingatkan Katsumoto tentang niat mereka. Ketika
Katsumoto menolak undang-undang baru yang melarang publik samurai untuk membawa
pedang saat menghadiri rapat menteri, ia di pulangkan dan terkurung di
penginapan Tokyo.
Untuk menyelamatkan Katsumoto dari kemungkinan
pembunuhan, Algren langsung pergi untuk menyelamatkan Katsumoto. Dengan
bantuan orang – orang bawahan katsumoto, Algren membebaskan Katsumoto. Namun
dalam upaya penyelamatan ini nobuta menjadi korban dan meninggal di tempat.
Katsumoto
dengan bantuan Algren mengajukan ajakan perang dengan pasukan Bagley, para
samurai ternyata memberikan perlawanan sengit terhadap pasukan bersenjata api
yang lebih modern. tetapi seluruh pasukan samurai tewas kecuali Algren dan
katsumoto yang sekarat di peperangan.
Para samurai tewas ketika senjata api model terbaru yaitu senapan mesin
di gunakan untuk melawan samurai. Namun
semangat pantang menyerah dari para samurai itu berhasil menyadarkan para
pasukan jepang akan siapa sebenarnya yang mereka lawan. Ksatria pelindung
mereka selama ini.
Melihat
samurai yang sekarat, seorang letnan Jepang yang awalnya dilatih oleh Algren
memerintahkan pasukannya untuk menghentikan gencatan senjata. Pasukan Bagley menunjukkan rasa hormat mereka
dengan membungkuk kepada para samurai yang kalah dalam peperangan. Katsumoto
yang sekarat meminta Algren untuk membantu dirinya dalam melaksanakan
seppuku. Algren mematuhi Katsumoto yang
menginginkan seppuku.
Terbukti,
kematian Katsumoto yang merupakan guru kaisar beserta seluruh samurai lainnya
tidak sia-sia. Kaisar yang selama ini dikontrol Omura mulai mengambil sikap. Ia
membatalkan perjanjian kerjasama dengan Amerika karena tak menguntungkan
rakyatnya. Ia ingat kembali dengan semangat samurai yang diajarkan Katsumoto,
bahwa modernitas tak harus membuat kita lupa dari mana kita berasal.
0 comments:
Post a Comment