Tugas dan artikel

Thursday, September 13, 2018

ANOTASI JURNAL ECBA



Prasmatiwi. F. E, Irham, Suryantini. A dan Jamhari (2010). Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan HutanKabupaten Lampung Barat dengan PendekatanNilai Ekonomi Lingkungan: Jurnal Pelita Perkebunan 2010, Vol 26 No 1, Halaman 57—69.

Identifikasi masalah pada penelititan ini adalah terletak pada pengelolaan usahatani kopi di kawasanhutan yang kurang baik merupakan sumberpenggundulan hutan dan degradasi lahan.Petani kopi diharapkan dapat menekankerusakan lingkungan melalui kemauanmembayar (willingness to pay, WTP)external cost dalam rangka perbaikanlingkungan sehingga dapat meningkatkanmanfaat sosial pada lingkungan. Padapenelitian ini dikaji seberapa besar kemauanmembayar (WTP) biaya eksternal petanikopi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.Kajian tentang sistem kopi naungan ataumultistrata menjadi penting berkaitan denganprogram Hutan Kemasyarakatan (HKm).Pemerintah memberikan hak penguasaanlahan dalam bentuk izin kelola HKm atasareal yang selama ini telah dikelola. Melaluiprogram HKm masyarakat mengintegrasikanberbagai jenis tanaman kayu dan tanamannon-kayu (MPTS, multi-purpose tree species)serta tanaman setahun dengan prinsipkonservasi. Hal ini diatur oleh SK BupatiLampung Barat No. 11/2004 yangmewajibkan anggota kelompok HKmmenanam minimal 400 batang per hektarpepohonan berjenis kayu dan buah selaintanaman kopi.

Penelitian inibertujuan untuk mengkaji (1) keberlanjutan usahatani kopi di kawasan hutan KabupatenLampung Barat dan (2) besarnya kemauan membayar (willingness to pay, WTP)biaya ekternal petani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian dilaksanakan di KecamatanSumberjaya, Kabupaten Lampung Baratpada bulan Juni - Oktober 2009. KecamatanSumberjaya dipilih dengan pertimbanganbahwa kecamatan tersebut terdapat empatkawasan hutan lindung dan mayoritas petanimengusahakan kopi di hutan lindung.Sebagian besar petani di Sumberjaya telahmemiliki izin kelola hutan melalui programHKm. Dari kecamatan tersebut diambil duadesa yaitu Desa Tugusari dan Tribudi Syukuryang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani kopi di kawasanhutan. Jumlah contoh dalam penelitian iniadalah 50 orang petani yang mengusahakankebun kopi di kawasan hutan yang diambilsecara acak.

Berdasarkan jurnal tersebut, peneliti merujuk pada penelitian sebelumnya untuk mendukung penelitiannya. Kecamatan Sumberjaya terletak di bagianhulu DAS Tulang Bawang dan Mesuji, dikenaldengan nama (DAS) Way Besay. Konversihutan menjadi kebun kopi di Sumberjayamenyebabkan luasan hutan di hulu DAS WayBesay berkurang dari 60% pada tahun 1970-an menjadi 10% pada tahun 2000 dari totalluas lahan. Pada periode yang sama, luasperkebunan kopi meningkat dari 8% pada tahun1970 menjadi 70% pada tahun 2000 (Syamet al., 1997; Van Noordwijk et al., 2002; danVerbist et al., 2005).Menurut Manurung (2001), kegiatankonversi hutan telah menjadi salah satu sumberperusakan hutan alam Indonesia, bahkanmenjadi ancaman terhadap hilangnya kekayaankeaneka-ragaman hayati ekosistem hutan hujantropis Indonesia. Praktek konversi hutanseringkali menjadi penyebab utamabencana kebakaran hutan dan lahan. Halini dipertegas oleh Van Noordwijk (2000)yang menyatakan bahwa konversi hutantropis yang demikian cepat telah menjuruskepada musnahnya keanekaragamanhayati, pelepasan karbon ke atmosfir,masalah gangguan asap kebakaran hutan,dan menurunnya fungsi DAS.Keberlanjutan usahatani kopi menjadiisu yang penting pada saat ini sejalandengan adanya tantangan program sertifikasipada perdagangan kopi dunia (Perfecto etal., 2005). Salah satu persyaratan dalamberbagai program sertifikasi adalah adanyanaungan pada kebun kopi (Kine, 2009; Mas& Dietsch, 2003). Perkebunan kopi denganpohon naungan akan membentuk suatu agroekosistemkopi naungan yang mempunyaiperanan penting ditinjau dari aspek sosial,ekonomi dan konservasi (Hernandez-Martinez et al., 2009). Kopi bernaunganmempunyai nilai konservasi (Rapole et al.,2003) baik mengkonservasi habitat maupunbiodiversitas (Sorby, 2002; Lopez-Gomezet al., 2008) dan menyediakan layananekosistem yang hampir sama dengan hutanmeskipun pada level sedikit di bawah hutan(Blackman et al., 2007). Baon et al. (2003)menyimpulkan bahwa tanaman penaungdapat berfungsi sebagai sumber bahanorganik penting yang murah dan mudahdiperoleh. Dengan demikian, alternatifpilihan untuk mengantisipasi dampakkerusakan lingkungan yang lebih besar adalahdikembangkan sistem kopi naungan atausistem multistrata.Menurut Prawoto (2008),agroforestri kopi menggunakan berbagaitanaman naungan diharapkan mampumenjaga keberlanjutan usahatani. Padapenelitian ini dikaji apakah kopi bernaungankompleks (multistrata) lebihberkelanjutan dibandingkan sistem yanglain.

Berdasarkan jurnal tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu berdasarkan analisis ekonomi ECBA, yaitudengan turut memperhitungkan total nilailingkungan dan sosial yang terjadi, besarnyaNPV tergantung dari berapa besarnya biayalingkungan dan biaya sosial. Usahatani kopidi kawasan hutan menjadi tidak layak atautidak berkelanjutan (NPV negatif) bila totalbiaya lingkungan dan biaya sosial mencapailebih besar dari US$536/ha. Bila biayaekster-nalitas US$458 maka besarnya NPVadalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR26,88%. Dengan melalukan kebijakan pemberian izin HKm yangmewajibkan penanaman MPTS minimum400 pohon/ha dapat meningkatkankeberlanjutan usahatani kopi di kawasan.Petani juga bersedia membayar(WTP) biaya eksternal Rp475.660/tahununtuk perbaikan konservasi tanah,menambah tanaman naungan, membayarpajak lingkungan, dan kegiatan reboisasi.Faktor-faktor yang berpengaruh nyataterhadap besar kemauan membayar (WTP)biaya eksternal adalah luas lahan usahatani,produktivitas lahan, pendapatan rumahtangga, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan petani tentang manfaat hutan.

0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Total Pageviews

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Buku Tugas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com