Tugas dan artikel

Monday, August 19, 2019

PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN SECARA HAYATI (Trichoderma sp)


Oleh : Ishmah Nurhidayati 
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 2016.



I.PENDAHULUAN



1.1.  Latar Belakang


Tanaman adalah beberapa jenis organisme yang dibudidayakan pada suatu ruang atau media untuk dipanen pada masa ketika sudah mencapai tahap pertumbuhan tertentu. Dalam prosesnya, tanaman tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tanaman mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Gangguan terhadap tanaman yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tanaman, tetapi mereka merusak tanaman dengan mengganggu proses-proses dalam tubuh tanaman sehingga dapat merusak atau mematikan tanaman (Imanuel,2013).

Tanaman dikatakan sakit jika ada perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologisnya. Penyakit tanaman dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu penyakit parasit dan penyakit non-parasit atau penyakit fisiologis. Penyebab penyakit parasit sudah diantaranya adalah bakteri, virus dan cendawan. Sedangkan penyakit non-parasit yaitu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan terhadap unsur hara (mineral), air, sinar matahari dan temperature (Imanuel,2013).

Ketersediaan agens hayati di alam yang melimpah tentu menjadi potensi yang sangat besar. Hal ini perlu diketahui dan terus disebar luaskan kepada petani, penyuluh, dan stakeholder pertanian lainnya. Agens hayati yang akan kita bahas saat ini adalah jamur Trichoderma. Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) (Maspary, 2013).


1.2.  Tujuan Praktikum


Tujuan Penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mempelajari pengendalian penyakit tanaman secara hayati menggunakan Trichoderma sp.
2.    Untuk mengetahui manfaat atau kegunaan Trichoderma sp sebagai agensi hayati.

  




II. METODOLOGI PRAKTIKUM



2.1.  Bahan dan Alat


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah nampan, tisu, pipet, wrapping, cawan, pipet tetes, dan pinset.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cabai segar, Colletroticum capsici, Trichoderma sp dan aquades.


2.2.  Prosedur Kerja


Pada praktikum ini, prosedur kerja yang digunakan yaitu:
1.    Siapkan semua peralatan
2.    Basahi tisu dengan air, lalu letakkan dalam nampan.
3.    Letakkan 4 buah sedotan ke dalam nampan.
4.    Isi cawan 1 dengan Trichoderma sp yang telah dicampur dengan aquades dan cawan 2 dengan Colletroticum capsici yang telah dicampur dengan aquades.
5.    Masukkan cabai ke dalam cawan berisi Colletroticum capsici selama tiga menit lalu tiriskan.
6.    Masukkan cabai ke dalam cawan berisi Trichoderma sp lalu tiriskan.
7.    Letakkan cabai ke atas sedotan di dalam nampan.
8.    Letakkan cabai yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) ke atas sedotan di dalam nampan.
9.    Bungkus dengan wrapping.






III. HASIL DAN PEMBAHASAN



3.1.  Tabel pengamatan


No
Tgl/Hari Pengamatan
Foto
Keterangan
Kontrol
Perlakuan
1
10 Oktober 2016

1476602445124.jpg


1476602456130.jpg
v
Mulai terjadi pembusukan pada cabai yang diberi perlakuan,dan mulai terlihat adanya bulatan –bulatan hitam pada cabai. Sedangkan cabai kontrol kondisinya masih baik, dan belum mengalami pembusukan.
2
12 Oktober 2016

20161013_165448.jpg

20161013_165456.jpg

Tidak banyak perubahan yang terjadi pada kedua sampel cabai. Bulatan pada cabai yang diberi perlakuan tidak membesar.
3
14 Oktober 2016

20161014_085951.jpg

20161014_085957.jpg
Cabai kontrol terlihat agak mongering. Sedangkan cabai yang diberi perlakuan terllihat membusuk, namun bulatan-bulatan hitam tidak  mengalami perubahan ukuran dan bentuk.


3.2.  Pembahasan


3.2.1. Hasil Pengamatan


Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengendalian penyakit tanaman secara nabati dengan menggunakan Trichoderma sp, sehingga terdapat dua buah sampel. Satu sampel direndam dalam cawan berisi Colletrothicum capsici selama tiga menit, lalu direndam dalam cawan berisi Trichoderma sp selama 5 menit, sedangkan sampel lain tidak diberi perlakuan apapun. Setelah dilakukan pengamatan selama tujuh hari (pengamatan dilakukan pada hari ketiga, kelima, dan ketujuh) terdapat perbedaan pada kedua buah sampel. Pada sampel yang diberi perlakuan, pada pengamatan pertama terjadi pembusukan dan terdapat bulatan-bulatan hitam, sedangkan pada pengamatan selanjutnya, tidak terjadi perubahan yang signifikan. Pada sampel kontrol, kondisi cabai tidak mengalami pembusukan dan tidak ada gejala atau tanda penyakit.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma sp dapat digunakan untuk mengendalian pertumbuhan patogen lain sehingga baik untuk digunakan dalm pengendalian penyakit secara hayati.

3.2.2. Manfaat Trichoderma sp.


Trichoderma sp dapat memperbaiki struktur tanah, memperbaiki daya ikat tanah dan daya ikat air, meningkatkan ketersediaan unsur hara, menguragi ancaman kekeringan, memperbaiki drainase dan tata udara mikro tanah, mengikat besi, membantu proses pelapukan bahan mineral, mengurangi pembakaran lahan, dan ramah lingkungan. Sebagai agen antagonis, Trichoderma sp dapat membantu melindungi tanaman dari berbagai penyakit yang diakibatkan oleh jamur/cendawan tular tanah seperti:
1.    Layu Fusarium
2.    Busuk buah Antraknosa Colletotrichum
3.    Layu bakteri Pseudomonas solanacearum
4.    Busuk pangkal batang Phytoptora sp
5.    Mudah diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas
6.    Mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, sehingga pertumbuhan pada saat aplikasi lebih mudah.
7.    Dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat
8.    Memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas.
9.    Pada umumnya tidak bersifat patogen pada tanaman dan lain-lain (Sidarta, 2014).

Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida adalah jamur Trichoderma, sp, mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Trichoderma, sp disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Trichoderma, sp dapat menghambat pertumbuhan serta penyebaran racun jamur penyebab penyakit bagi tanaman seperti cendawan Rigdiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Fusarium monilifome, sclerotium rolfsii dan cendawan Sclerotium rilfisil. Penggunaan pupuk biologis dan agen hayati Trichoderma sp sangat efektif mencegah penyakit busuk pangkal batang, busuk akar yang menyebabkan tanaman layu, dan penyakit jamur akar putih pada tanaman karet (Sidarta, 2014)

Penggunaan pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma, sp memang tidak memperlihatkan dampak manfaatnya secara langsung seperti pupuk ataupun fungisida kimia. Dengan penggunaan rutin secara berkala pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma sp akan memberikan mafaat yang lebih baik daripada pupuk dan fungisida kimia (Sidarta, 2014).


3.2.3. Agensi Hayati


Menurut  Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995, definisi agen hayati yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya. Atau kalau boleh dengan bahasa yang mudah pengertian agen hayati adalah  Jasad renik yang dalam melangsungkan kehidupannya menghambat, mempengaruhi dan atau membunuh makhluk lain. Berikut  beberapa jenis agensia hayati dan manfaatnya dalam pengendalian hama penyakit pada tanaman (Pujianto, 2016)

A.  Bakteri Corynebacterium sp

Bakteri Corynebacterium sp. merupakan salah satu agens hayati bersifat antagonis, yang dapat mengendalikan beberapa jenis OPT diantaranya penyakit kresek pada tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas sp, plasmodiophora brassicae (akar gada) pada kubis, bercak daun pada tanaman jagung, layu bakteri pada tanaman pisang (Pujianto, 2016).

B.  Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Pujianto, 2016).

C.  Beauveria bassiana

Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga, lebih dari 175 jenis serangga hama menjadi inang jamur ini, terutama efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran dan buah (Pujianto, 2016).

D.  Pseudomonas Fluorescens

Bakteri P. fluorescens dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, yaitu sebagai "Plant Growth Promoting Rhizobacteria" (PGPR). Menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan patogen, terutama patogen tular tanah dan mempunyai kemampuam mengoloni akar tanaman, dapat menghambat patogen layu Verticilium dahliae pada tanaman kentang dan terong. Agensia hayati ini efektif untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman tomat serta mampu menekan intensitas penyakit moler pada tanaman bawang merah (Pujianto, 2016).

E.  Metarhizium anisopliea

M. anisopliae adalah salah satu cendawan entomopatogen yang termasuk dalam divisi Deuteromycotina: Hyphomycetes. Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan tersebar luas di seluruh dunia. Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman. Cendawan M. anisopliae mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap, yaitu Riptortus linearis baik stadia nimfa maupun imago. Selain itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menggigit seperti S. litura (Pujianto, 2016).

F.  Verticillium lecanii

Verticillium lecanii sangat berguna untuk membasmi kutu kebul pada tanaman hortikultura. Kutu kebul adalah hama utama yang membonceng masuknya virus gemini yang menyebabkan tanaman kehilangan klorofil hingga tanaman menjadi kerdil dan hasil panen menurun. Verticillium lecanii dapat juga membasmi wereng pada tanaman padi (Pujianto, 2016).


3.2.4. Klasifikasi Trichoderma sp.


Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan atau fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Berikut ini klasifikasi Trichoderma sp.
Kingdom            : Fungi
Divisi                 : Ascomycota
Kelas                  : Sordariomycetes
Ordo                  : Hypocreales
Family                : Hypocreaceae
Genus                 : Trichoderma
Spesies               : Trichoderma sp.(Wikipedia, 2014).

3.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Agensi Hayati


Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian. Sebagai contoh dalam pengendalian penyakit layu pada tanaman cabai, tomat dan kentang, penggunaan fungisida dan bakterisida kimia sudah tidak mampu lagi mengendalikannya (Maspary, 2013).

Agensi Hayati Memiliki Kelebihan:
1.    Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan menyerang hama penyakit sasaran.
2.    Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia dialam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya terganggu.
3.    Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.
4.    Tidak ada efek samping.
5.    Relatif murah (Maspary, 2013).
6.    Tidak menimbulkan resistensi OPT sasaran.

Kekurangan Agensi Hayati:
1.    Bekerja secara lambat. Kondisi ini seringkali membuat petani tidak sabar menunggu hasilnya dan menganggap agen hayati tidak manjur. Akhirnya petani kembali beralih ke pestisida kimiawi.
2.    Sulit diprediksi hasilnya. Perkembangbiakan agen hayati setelah diaplikasikan sangat tergantung dengan ekosistem pada saat pengaplikasian. Jika kondisinya mendukung, maka pertumbuhan agen hayati akan maksimal.
3.    Lebih optimal jika digunakan untuk preventif, karena membutuhkan waktu untuk pertumbuhannya. Kurang cocok digunakan untuk kuratif, apalagi saat terjadi ledakan hama karena bekerja secara lambat.
4.    Penggunaan sesering mungkin.
5.    Pada jenis hayati tertentu sulit dikembangkan secara missal (Maspary, 2013).






IV. KESIMPULAN



Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Trichoderma sp dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman secara hayati.
2.    Trichoderma sp dapat memperbaiki struktur tanah, memperbaiki daya ikat tanah dan daya ikat air, meningkatkan ketersediaan unsur hara, menguragi ancaman kekeringan, memperbaiki drainase dan tata udara mikro tanah, mengikat besi, membantu proses pelapukan bahan mineral, mengurangi pembakaran lahan, dan ramah lingkungan.






DAFTAR PUSTAKA


Imanuel, Cahyanti. 2013. Penyakit pada Tumbuhan. http://cahyantiimanuel.blogspot.co.id/2013/03/penyakit-pada-tumbuhan.html diakses pada 22 September 2016 pukul 00.41 WIB

Maspary. 2013. Kelebihan dan Kekurangan Agensi Hayati. http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/kelebihan-dan-kekurangan-agensia-hayati.html Diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 20.04 WIB.

Maspary. 2013. Peran Jamur Trichoderma dalam Pertanian. http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/peran-jamur-trichoderma-dalam-pertanian.html diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 15.11 WIB

Pudjianto, Tri Udje. 2016. Mengenal Jenis-Jenis Agensi Hayati. http://agri-tani.blogspot.co.id/2016/03/mengenal-jenis-jenis-agensia-hayati-dan.html Diakses pada 16 Oktober 2016 Pukul 19.31 WIB

Sidarta. 2014. Peranan Dan Manfaat Jamur Trichoderma Dalam Pertanian . http://organicagricultural.blogspot.co.id/2014/08/peranan-dan-manfaat-jamur-trichoderma.html Diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 19.51 WIB

Wikipedia, 2014. Trichoderma. https://id.wikipedia.org/wiki/Trichoderma. Diakses pasa 16 Oktober 2016 pukul 19.36 WIB


0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Total Pageviews

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Buku Tugas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com