Oleh : Ishmah Nurhidayati
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 2016.
I.PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tanaman
adalah beberapa jenis organisme yang dibudidayakan pada suatu ruang atau media
untuk dipanen pada masa ketika sudah mencapai tahap pertumbuhan tertentu. Dalam
prosesnya, tanaman tidak
selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tanaman mengalami gangguan oleh
binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Gangguan terhadap
tanaman yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak
seperti hama, penyakit tidak memakan tanaman, tetapi mereka merusak tanaman
dengan mengganggu proses-proses dalam tubuh tanaman sehingga dapat merusak atau
mematikan tanaman (Imanuel,2013).
Tanaman
dikatakan sakit jika ada perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman
yang menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologisnya. Penyakit tanaman dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu penyakit parasit dan penyakit non-parasit
atau penyakit fisiologis. Penyebab penyakit parasit sudah diantaranya adalah
bakteri, virus dan cendawan. Sedangkan penyakit non-parasit yaitu penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan terhadap unsur hara (mineral), air,
sinar matahari dan temperature (Imanuel,2013).
Ketersediaan
agens hayati di alam yang melimpah tentu menjadi potensi yang sangat besar. Hal
ini perlu diketahui dan terus disebar luaskan kepada petani, penyuluh, dan
stakeholder pertanian lainnya. Agens hayati yang akan kita bahas saat ini
adalah jamur Trichoderma. Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur
antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah
menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) (Maspary, 2013).
1.2.
Tujuan
Praktikum
Tujuan Penulisan
laporan ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mempelajari pengendalian penyakit tanaman secara hayati menggunakan Trichoderma
sp.
2.
Untuk
mengetahui manfaat atau kegunaan Trichoderma sp sebagai agensi hayati.
II. METODOLOGI
PRAKTIKUM
2.1.
Bahan dan Alat
Adapun alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah nampan, tisu, pipet, wrapping, cawan,
pipet tetes, dan pinset.
Sedangkan bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah cabai segar, Colletroticum capsici,
Trichoderma sp dan aquades.
2.2.
Prosedur Kerja
Pada praktikum
ini, prosedur kerja yang digunakan yaitu:
1.
Siapkan
semua peralatan
2.
Basahi
tisu dengan air, lalu letakkan dalam nampan.
3.
Letakkan
4 buah sedotan ke dalam nampan.
4.
Isi
cawan 1 dengan Trichoderma sp yang telah dicampur dengan aquades dan
cawan 2 dengan Colletroticum capsici yang telah dicampur dengan aquades.
5.
Masukkan
cabai ke dalam cawan berisi Colletroticum capsici selama tiga menit lalu
tiriskan.
6.
Masukkan
cabai ke dalam cawan berisi Trichoderma sp lalu tiriskan.
7.
Letakkan
cabai ke atas sedotan di dalam nampan.
8.
Letakkan
cabai yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) ke atas sedotan di dalam nampan.
9.
Bungkus
dengan wrapping.
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1.
Tabel
pengamatan
No
|
Tgl/Hari Pengamatan
|
Foto
|
Keterangan
|
|
Kontrol
|
Perlakuan
|
|||
1
|
10 Oktober
2016
|
|
v
|
Mulai
terjadi pembusukan pada cabai yang diberi perlakuan,dan mulai terlihat adanya
bulatan –bulatan hitam pada cabai. Sedangkan cabai kontrol kondisinya masih
baik, dan belum mengalami pembusukan.
|
2
|
12 Oktober
2016
|
|
|
Tidak
banyak perubahan yang terjadi pada kedua sampel cabai. Bulatan pada cabai
yang diberi perlakuan tidak membesar.
|
3
|
14 Oktober
2016
|
|
|
Cabai
kontrol terlihat agak mongering. Sedangkan cabai yang diberi perlakuan
terllihat membusuk, namun bulatan-bulatan hitam tidak mengalami perubahan ukuran dan bentuk.
|
3.2.
Pembahasan
3.2.1.
Hasil
Pengamatan
Pada praktikum
kali ini dilakukan percobaan pengendalian penyakit tanaman secara nabati dengan
menggunakan Trichoderma sp, sehingga terdapat dua buah sampel. Satu
sampel direndam dalam cawan berisi Colletrothicum capsici selama tiga
menit, lalu direndam dalam cawan berisi Trichoderma sp selama 5 menit,
sedangkan sampel lain tidak diberi perlakuan apapun. Setelah dilakukan
pengamatan selama tujuh hari (pengamatan dilakukan pada hari ketiga, kelima,
dan ketujuh) terdapat perbedaan pada kedua buah sampel. Pada sampel yang diberi
perlakuan, pada pengamatan pertama terjadi pembusukan dan terdapat
bulatan-bulatan hitam, sedangkan pada pengamatan selanjutnya, tidak terjadi
perubahan yang signifikan. Pada sampel kontrol, kondisi cabai tidak mengalami
pembusukan dan tidak ada gejala atau tanda penyakit.
Dari penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma sp dapat digunakan untuk
mengendalian pertumbuhan patogen lain sehingga baik untuk digunakan dalm
pengendalian penyakit secara hayati.
3.2.2.
Manfaat Trichoderma
sp.
Trichoderma sp dapat memperbaiki struktur tanah, memperbaiki daya ikat tanah
dan daya ikat air, meningkatkan ketersediaan unsur hara, menguragi ancaman
kekeringan, memperbaiki drainase dan tata udara mikro tanah, mengikat besi,
membantu proses pelapukan bahan mineral, mengurangi pembakaran lahan, dan ramah
lingkungan. Sebagai agen antagonis, Trichoderma sp dapat membantu
melindungi tanaman dari berbagai penyakit yang diakibatkan oleh jamur/cendawan
tular tanah seperti:
1.
Layu
Fusarium
2.
Busuk
buah Antraknosa Colletotrichum
3.
Layu
bakteri Pseudomonas solanacearum
4.
Busuk
pangkal batang Phytoptora sp
5.
Mudah
diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas
6.
Mudah
ditemukan di tanah areal pertanaman, sehingga pertumbuhan pada saat aplikasi
lebih mudah.
7.
Dapat
tumbuh secara cepat pada berbagai substrat
8.
Memiliki
kisaran mikroparasitisme yang luas.
9.
Pada
umumnya tidak bersifat patogen pada tanaman dan lain-lain (Sidarta, 2014).
Salah satu
mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan
biofungisida adalah jamur Trichoderma, sp, mikroorganisme ini adalah
jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Trichoderma,
sp disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen
hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Trichoderma, sp dapat
menghambat pertumbuhan serta penyebaran racun jamur penyebab penyakit bagi
tanaman seperti cendawan Rigdiforus lignosus, Fusarium oxysporum,
Rizoctonia solani, Fusarium monilifome, sclerotium rolfsii
dan cendawan Sclerotium rilfisil. Penggunaan pupuk biologis dan agen
hayati Trichoderma sp sangat efektif mencegah penyakit busuk pangkal
batang, busuk akar yang menyebabkan tanaman layu, dan penyakit jamur akar putih
pada tanaman karet (Sidarta, 2014)
Penggunaan
pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma, sp memang tidak
memperlihatkan dampak manfaatnya secara langsung seperti pupuk ataupun
fungisida kimia. Dengan penggunaan rutin secara berkala pupuk biologis dan
biofungisida Trichoderma sp akan memberikan mafaat yang lebih baik
daripada pupuk dan fungisida kimia (Sidarta, 2014).
3.2.3.
Agensi Hayati
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun
1995, definisi agen hayati yaitu setiap organisme yang meliputi spesies,
subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan
(fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap
perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan
penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil
pertanian, dan berbagai keperluan lainnya. Atau kalau boleh dengan bahasa yang
mudah pengertian
agen hayati adalah Jasad renik
yang dalam melangsungkan kehidupannya menghambat, mempengaruhi dan atau
membunuh makhluk lain.
Berikut
beberapa jenis agensia hayati dan manfaatnya dalam pengendalian hama penyakit
pada tanaman
(Pujianto, 2016)
A. Bakteri Corynebacterium sp
Bakteri Corynebacterium sp.
merupakan salah satu agens hayati bersifat antagonis, yang dapat mengendalikan
beberapa jenis OPT diantaranya penyakit kresek pada tanaman padi yang
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas sp, plasmodiophora brassicae
(akar gada) pada kubis, bercak daun pada tanaman jagung, layu bakteri pada
tanaman pisang (Pujianto, 2016).
B. Bacillus thuringiensis
Bacillus
thuringiensis
adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora
yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga yang menjadi hama pada
tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih
ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan
serangga bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari
lingkungan (Pujianto, 2016).
C. Beauveria bassiana
Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen
yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga, lebih dari 175
jenis serangga hama menjadi inang jamur ini, terutama efektif mengendalikan
hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata
lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman
sayuran dan buah (Pujianto, 2016).
D. Pseudomonas Fluorescens
Bakteri P. fluorescens dapat
memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan dan pertumbuhan
tanaman, yaitu sebagai "Plant Growth Promoting Rhizobacteria" (PGPR).
Menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan patogen, terutama
patogen tular tanah dan mempunyai kemampuam mengoloni akar tanaman, dapat
menghambat patogen layu Verticilium dahliae pada tanaman kentang dan
terong. Agensia hayati ini efektif untuk mengendalikan penyakit layu fusarium
pada tanaman tomat serta mampu menekan intensitas penyakit moler pada tanaman
bawang merah (Pujianto, 2016).
E. Metarhizium anisopliea
M. anisopliae adalah salah satu cendawan
entomopatogen yang termasuk dalam divisi Deuteromycotina: Hyphomycetes.
Cendawan ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan tersebar luas di
seluruh dunia. Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan
bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman.
Cendawan M. anisopliae mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut
menusuk dan mengisap, yaitu Riptortus linearis baik stadia nimfa maupun
imago. Selain itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang
mempunyai tipe mulut menggigit seperti S. litura (Pujianto, 2016).
F. Verticillium lecanii
Verticillium lecanii sangat berguna untuk membasmi kutu
kebul pada tanaman hortikultura. Kutu kebul adalah hama utama yang membonceng
masuknya virus gemini yang menyebabkan tanaman kehilangan klorofil hingga
tanaman menjadi kerdil dan hasil panen menurun. Verticillium lecanii
dapat juga membasmi wereng pada tanaman padi (Pujianto, 2016).
3.2.4.
Klasifikasi Trichoderma
sp.
Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan atau
fungi
yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma
sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan
maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Berikut ini klasifikasi Trichoderma
sp.
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Hypocreaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.(Wikipedia,
2014).
3.2.5.
Kelebihan dan
Kekurangan Agensi Hayati
Penggunaan agen
hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan
ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman
pertanian. Sebagai contoh dalam pengendalian penyakit layu pada tanaman cabai,
tomat dan kentang, penggunaan fungisida dan bakterisida kimia sudah tidak mampu
lagi mengendalikannya (Maspary, 2013).
Agensi Hayati
Memiliki Kelebihan:
1.
Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati
tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati
hanya akan menyerang hama penyakit sasaran.
2.
Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami
agen hayati sudah tersedia dialam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak
sesuai menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya
terganggu.
3.
Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen
hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu,
maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.
4.
Tidak ada efek samping.
5.
Relatif murah (Maspary, 2013).
6.
Tidak menimbulkan resistensi OPT sasaran.
Kekurangan
Agensi Hayati:
1.
Bekerja secara lambat. Kondisi ini seringkali
membuat petani tidak sabar menunggu hasilnya dan menganggap agen hayati tidak manjur.
Akhirnya petani kembali beralih ke pestisida kimiawi.
2.
Sulit diprediksi hasilnya. Perkembangbiakan
agen hayati setelah diaplikasikan sangat tergantung dengan ekosistem pada saat
pengaplikasian. Jika kondisinya mendukung, maka pertumbuhan agen hayati akan
maksimal.
3.
Lebih optimal jika digunakan untuk preventif,
karena membutuhkan waktu untuk pertumbuhannya. Kurang cocok digunakan untuk
kuratif, apalagi saat terjadi ledakan hama karena bekerja secara lambat.
4.
Penggunaan sesering mungkin.
5.
Pada jenis hayati tertentu sulit dikembangkan
secara missal (Maspary, 2013).
IV. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Trichoderma
sp dapat
digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman secara hayati.
2.
Trichoderma sp dapat memperbaiki struktur tanah, memperbaiki daya ikat tanah
dan daya ikat air, meningkatkan ketersediaan unsur hara, menguragi ancaman
kekeringan, memperbaiki drainase dan tata udara mikro tanah, mengikat besi,
membantu proses pelapukan bahan mineral, mengurangi pembakaran lahan, dan ramah
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Imanuel, Cahyanti. 2013. Penyakit pada Tumbuhan. http://cahyantiimanuel.blogspot.co.id/2013/03/penyakit-pada-tumbuhan.html diakses pada 22 September 2016 pukul 00.41 WIB
Maspary. 2013. Kelebihan dan Kekurangan Agensi Hayati. http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/kelebihan-dan-kekurangan-agensia-hayati.html Diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 20.04 WIB.
Maspary. 2013. Peran Jamur Trichoderma dalam Pertanian. http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/peran-jamur-trichoderma-dalam-pertanian.html diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 15.11 WIB
Pudjianto, Tri Udje. 2016. Mengenal Jenis-Jenis Agensi Hayati. http://agri-tani.blogspot.co.id/2016/03/mengenal-jenis-jenis-agensia-hayati-dan.html Diakses pada 16 Oktober 2016 Pukul 19.31 WIB
Sidarta. 2014. Peranan Dan Manfaat Jamur Trichoderma Dalam
Pertanian . http://organicagricultural.blogspot.co.id/2014/08/peranan-dan-manfaat-jamur-trichoderma.html Diakses pada 16 Oktober 2016 pukul 19.51 WIB
Wikipedia, 2014. Trichoderma. https://id.wikipedia.org/wiki/Trichoderma. Diakses pasa 16 Oktober 2016 pukul 19.36 WIB
0 comments:
Post a Comment