Tugas dan artikel

Tuesday, September 10, 2019

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN STRATEGIS (UBI KAYU DAN KELAPA DALAM)

Tugas : Responsi Pembangunan Pertanian
Oleh   : Aji Prayoga Wibowo, Arum Sri Lestari, Ishmah Nurhidayati.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2017.




PEMBAHASAN



1.        Komoditas Strategis

Komoditas Strategis, ditetapkan berdasarkan ketentuan :
a.    Merupakan komoditas andalan daerah yang secara teknis budidaya sudah memasyarakat;
b.    Sangat dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar pelaku usaha di daerah;
c.    Wilayah penyebarannya secara kuantitatif dan kualitatif merata di daerah;
d.   Merupakan komoditas historis berkelanjutan; dan
e.    Secara ekonomi dapat diandalkan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat dan pembangaunan di daerah.


2.        Ubi Kayu sebagai Komoditas strategis

A.  Produksi Ubi Kayu

Ubikayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan peranan ubikayu sebagai sumber bahan pangan pengganti bahan pangan utama yaitu beras. Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi dalam merubah pola konsumsi masyarakat yang sudah terbentuk selama ini, namun demi keamanan pangan suatu wilayah perlu kiranya sosialisasi diversifikasi pangan berbahan ubikayu atau singkong sebagai bahanpangan alternative selain beras atau jagung.

Disamping sebagai bahan makanan, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubi yang dihasilkan mengandung air sekitar 60%, pati 25%-35%, serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubikayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi disbanding padi, jagung, ubijalar, dan sorgum. (Widianta dan Dewi, 2008).

Pola perkembangan luas panen ubikayu di Indonesia selama kurun waktu 1980-2016 berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan rata-rata yaitu turun sebesar 1,39% pertahun yaitu luas panen sebesar 1,41 juta hektar di tahun 1980 menjadi 0,88 juta hektar di tahun 2016. Perkembangan luas panen selama lima tahun terakhir cenderung menurun lebih besar yaitu 8,98% per tahun.

Gambar 1 Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2012-2016*)

Perkembangan rata-rata luas panen ubi kayu antara tahun 2012-2016, menunjukkan ada 8 (delapan) provinsi sentra ubi kayu dengan kontribusi luas panen sebesar 89,50%. Provinsi Lampung dengan rata-rata luas panen mencapai 295,55 ribu hektar cukup dominan berada di urutan pertama dengan share luas panen mencapai 27,71%, selanjutnya Provinsi Jawa Timur berkontribusi terhadap luas panen ubi kayu nasional sebesar 14,80% atau mencapai rata-rata luas panen 157,90 ribu hektar dan Provinsi Jawa Tengah dengan share sebesar 14,59% atau mencapai luas panen rata-rata 155,66 ribu hektar. Lima provinsi sentra lainnya dengan kisaran share luas panen antara 2,41% hingga kurang dari 8,53% adalah Provinsi Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, DI. Yogyakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat, masing-masing berkontribusi sebesar 8,53%; 7,30%; 6,82%, 5,35%, 3,99% dan2,41%.

Produksi ubi kayu di Indonesia terkonsentrasi di 8 (delapan) provinsi dengan kontribusi produksi sebesar 91,21%. Provinsi Lampung dengan ratarata produksi mencapai 7,74 juta ton cukup dominan berada di urutan pertama dengan share produksi mencapai 33,93%, di susul di urutan kedua Provinsi Jawa Tengah yang memberi kontribusi terhadap produksi ubi kayu nasional sebesar 16,68% atau mencapai rata-rata produksi 3,81 juta ton dan Provinsi Jawa Timur dengan share sebesar 15,71% atau mencapai produksi rata-rata 3,59 juta ton. Lima provinsi sentra lainnya dengan kisaran share produksi antara 2,34% hingga 9,21% adalah Provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, DI. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan masingmasing berkontribusi sebesar 9,21%, 6,10,%, 3,99%, 3,25% dan 2,34%.

Gambar 2. Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu di Indonesia, rata-rata tahun 2012-2016*)
  

B.  Pemanfaatan Ubi Kayu
a.    Tepung Tapioka
Tapioka adalah salah satu jenis tepung berbahan baku singkong yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga atau industri untuk aneka olahan makanan, pembuatan glukosa, dekstrin, dan lain-lain. Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buahbuahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Potensi pasarnya cukup besar, karena penggunaan tepung tapioka semakin variatif dan berkembang, sehingga kebutuhannya juga meningkat dari tahun ke tahun.

b.   Bioethanol
Bioetanol singkong dipilih sebagai energi alternatif yang cukup potensial karena pada dasarnya tumbuhan singkong (ketela pohon) memiliki kandungan pati, gula atau selulosa yang bisa dimanfaatkan dalam proses pembuatan bahan bakar alternatif. Melimpahnya bahan baku singkong dan mudahnya proses pembuatan bahan bakar tersebut, menjadikan bioetanol singkong sebagai alternatif tepat bagi masyarakat. Sehingga tidak heran, ketika harga BBM merangkak naik, bioetanol singkong dipilih masyarakat sebagai salah satu energi pengganti yang diharapkan bisa dimanfaatkan dengan baik untuk masa-masa yang akan datang.

c.    Tepung MOCAF (Modification Cassava Flavour)
Tepung mocaf adalah tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu 30 % – 100 % dan dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu 20-30%. Ada beberapa keunggulan jenis tepung ini, seperti aroma dan citarasa mocaf setara terigu, bahan baku yang tersedia cukup sehingga kemungkinan kelangkaan produk dapat dihindari karena tidak tergantung dari impor seperti gandum. Selain itu harga tepung mocaf relatif lebih murah dibanding dengan harga tepung terigu maupun tepung beras, sehingga biaya pembuatan produk dapat lebih rendah.

C.  Peluang Pengembangan Ubi Kayu
Peluang pengembangan ubi kayu dapat dilakukan dengan cara peningkatan produkti-vitas, peningkatan areal tanam dan diversifikasi usaha tani (sistem tumpangsari). Beberapa faktor yang dapat menjadi pendukung untuk pengembangan ubi kayu antara lain: (1) masih tersedia areal untuk pengembangan ubi kayu berupa lahan kering dan lahan yang sementara ini belum diusahakan yang sangat luas, (2) tersedia teknologi maju (varietas unggul beserta teknologi budidaya), (3) Pangsa pasar cukup besar dan terus meningkat.


3.        Kelapa Dalam sebagai Komoditas Strategis

A.  Produksi Kelapa Dalam

Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar.
Rata-rata produksi kelapa Indonesia dari perkebunan Rakyat pada periode 2000–2005 adalah sebesar 3.036.759 ton pertahun, sedangkan rata-rata produksi dari hasil prediksi selama 2006–2009 adalah 3.187.695 ton, atau meningkat sekitar 5 persen. Produksi kelapa di Indonesia selama beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Produksi kelapa di Indonesia
Tahun
Luas area (Ha)
Produksi (Ton)
2008
3783074
3239672
2009
3799124
3257969
2010
3739350
3166666
2011
3767704
3174378
2012
3781649
3189897
2013
3654477
3051585
2014
3609812
3005916
2015
3585599
2920665
2016
3566103
2890735

Akhir-akhir ini kebutuhan akan biji kelapa, air kelapa dan arang batok kelapa kembali meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Diperkirakan pada masa mendatang kebutuhan akan komoditas ini akan semakin meningkat, mengingat pola hidup masyarakat Indonesia sulit dilepaskan dari komoditas kelapa dan hasil olahannya. Tanaman kelapa juga merupakan salah satu dari sebelas komoditas andalan perkebunan penghasil devisa negara, sumber pendapatan asli daerah (PAD), sumber pendapatan petani dan masyarakat. Dengan demikian komoditas kelapa diharapkan dapat membantu mengentaskan kemiskinan di daerah dan dapat mendorong perkembangan agroindustri serta pengembangan wilayah. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan komoditas kelapa.


B.  Prospek Pengembangan Kelapa Dalam

Alasan utama yang membuat kelapa menjadi komoditi komersial adalah karena semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dari analisis budidaya terlihat bahwa investasi yang besar dan dapat menguntungkan hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun, belum termasuk keuntungan lain yang didapat selain dari buah. Oleh karena itu, budidaya tanaman kelapa merupakan salah satu alternatif yang sangat menguntungkan.

Untuk dapat menjadikan usahatani kelapa menjadi sumber pendapatan utama petani, perlu diubah sistem usahatani tradisional dan industri primer parsial menjadi suatu sistem dan usaha agribisnis berbasis kelapa yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi.

Bukan tidak mungkin apabila usahatani kelapa dikelola secara profesional akan dapat memberikan kontribusi yang tak kecil untuk negara ini. Hal ini memungkinkan karena hasil penelitian menungkapkan bahwa kandungan asam laurat dalam minyak kelapa memiliki manfaat kesehatan. Dan akhir-akhir ini perdagangan minyak kelapa murni (virgin coconut oil, VCO) makin meluas di antero dunia. Walau belum didukung uji klinis, banyak pihak meyakini VCO sebagai obat berbagai macam penyakit dan harganya pun cukup mahal.

            Saat ini kelapa sangat berperan dalam perekonomian sebagai penyedia lapangan tenaga kerja, bahan baku industri dalam negri dan konsumsi langsung. Meskipun demikian, kebanyakn usahatani kelapa tidak terkait langsung dengan industri pengolahan, industri hilir, serta industri jasa dan keuangan. Akibatnya agribisnis kelapa tidak berhasil mendistribusikan nilai tambah, secara optimal dan proporsional, sehingga tidak signifikan pengaruhnya terhadap penambahan pendapatan petani kelapa. Pengelolaan usahatani kelapa masih bersifat tradisional dan terbatasnya modal, maupun kualitas produk yang dihasilkan masih rendah. Sampai saat ini belum banyak berubah sehingga komoditas kelapa yang mempunyai multiguna relatif tidak ada nilai tambahnya. Pangsa pasar ekspor sangat terbuka untuk semua produk kelapa, khususnya produk ikutan seperti bungkil, arang tempurung, sabut kelapa dan desicated coconut.

            Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas yang berdampak kepada peningkatan pendapatan petani adalah dengan pengelolaan input usahatani seperti tenaga kerja, pendapatan, pendidikan, luas lahan dan keikutsertaan dalam kelompok tani secara optimal dan efektif. Usahatani berbasis organisasi dan kelompok dalam bentuk komunitas yang aktif dan mandiri akan meningkatkan posisi tawar menawar petani. Petani makin kuat dalam menentukan harga produk berupa butiran maupun kopra. Bentuk basis organisasi perkelapaan Indonesia mempunyai ciri yaitu : orientasi output, orientasi bisnis, dan orientasi pengembangan wilayah.

Strategi pengembangan sistem agribisnis kelapa adalah suatu proses fungsi produksi yang akan menghasilkan produktivitas kelapa secara optimal dan efisien, maka strategi tersebut merupakan keterpaduan dan keberlanjutan kerjasama masing- masing subsistem agribisnis. Pada dasarnya seluruh bagian buah kelapa dapat diolah menjadi berbagai produk untuk berbagai keperluan. Teknologi pengolahan, standar mutu, dan sistem sertifikasinya juga sudah dikuasai oleh tenaga ahli Indonesia. Namun, berbagai kelemahan masih melekat di Industri pengolahan kelapa kita seperti suplai bahan baku, karena industri tidak memiliki kebun kelpa dan investasi yang relatif besar sehingga kurang menarik investor.

Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif Produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil (VCO), Oleochemical (OC), Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/ Cream (CM/ CC), Coconut Charcoal, Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Coconut Fiber (CF), dan Cocon Wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Pelaku agribisnis produk- produk tersebut mampu meningkatkan pendapoatnnya 5-10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual produk kopra.

Daun muda dipergunakan sebagai pembungkus ketupat dan sebagai bahan baku obat tradisional, sedanhkan daun tua dapat dianyam dan dipergunakan sebagia atap, kemudian lidinya sebagia bahan pembuat sapu lidi. Batang kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku perabotan/ furniture atau bahan bangunan dan jembatan darurat. Akar kelap dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bir atau bahan baku pembuatan zat warna.

Buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa. Buah kelapa yang telah masak kira-kira 2 kg per butir. Buah kelapa dapat digunakan hampir pada seluruh bagiannya. Airnya untuk minuman segar atau dapat diproses lebih lanjut menjadi nata de coco, atau kecap. Sabut untuk bahan baku tali, anyaman keset, matras, jok kendaran. Dari sabut tersebut akan diperoleh serat matras 18% , serat berbulu 12% dan sekam/ dedak atau gabus 70%. Serat matras digunakan untuk bahan pengisi jok, penyaring dan matras. Serat berbulu digunakan untuk sikat pembersih, sapu dan keset sedang sekam/ gabus digunakan untuk media tanaman atau pupuk Kalium.

Tempurungnya secara tradisional dibuat sebagai gayung air, mangkuk, atau diolah lebih lanjut nenjadi bahan baku obat nyamuk bakar, arang, briket arang, dan karbon aktif. Daging buahnya dapat langsung dikonsumsi atau sebagai bahan bumbu berbagai masakan atau diproses menjadi santan kelpa, kelapa parutan kering (desicated coconut) serta minyak goreng. Daging buah dapat pula diproses menjadi kopra. Kopra bila dipro ses lebih lanjut dapat menghasilkan minyak goreng, sabun, lilin, es krim atau diproses lebih lanjut sebagai bahan baku produk oleokimia seperti asam lemak (fatty acid) , fatty alcohol, dan gliserin. Hasil samping ampas kelapa atau bungkil kelapa merupakan salah satu bahan baku pakan ternak.

Cairan nira kelapa dapat diproses menjadi gula kelpa . Ketandan buah yang baru tumbuh sampai posisi tegak diambil cairannya dan menghasilkan nira. Nira ini dapat diproduksi sebagai minuman dan gula kelapa. Setiap pohon kelapa terdapat 2 buah ketandan bunga, bisa diambil niranya sampai 35 hari dan selanjutnya akan muncul ketandan bunga baru lagi.






DAFTAR PUSTAKA



Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2014. Komoditas Strategis. http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/komoditas_strategis Diakses pada 21 November 2017 pukul 10.11 WIB

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia, Kelapa. Kementrian Pertanian. Jakarta

Kementrian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas pertanian Tanaman Pangan, Ubi Kayu. Pusat data dan Sistem Informasi. Jakarta


0 comments:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Total Pageviews

Powered by Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © Buku Tugas | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com