Tugas : Responsi Pembangunan Pertanian
Oleh : Aji Prayoga Wibowo, Arum Sri Lestari, Ishmah Nurhidayati.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2017.
Oleh : Aji Prayoga Wibowo, Arum Sri Lestari, Ishmah Nurhidayati.
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2017.
PEMBAHASAN
1.
Komoditas Strategis
Komoditas
Strategis, ditetapkan berdasarkan ketentuan :
a.
Merupakan komoditas andalan daerah yang secara
teknis budidaya sudah memasyarakat;
b.
Sangat dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar
pelaku usaha di daerah;
c.
Wilayah penyebarannya secara kuantitatif dan
kualitatif merata di daerah;
d.
Merupakan komoditas historis berkelanjutan; dan
e.
Secara ekonomi dapat diandalkan dalam menunjang
kesejahteraan masyarakat dan pembangaunan di daerah.
2.
Ubi Kayu sebagai Komoditas strategis
A.
Produksi Ubi Kayu
Ubikayu
merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup penting peranannya
dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Hal ini dikarenakan peranan
ubikayu sebagai sumber bahan pangan pengganti bahan pangan utama yaitu beras.
Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi dalam merubah pola konsumsi
masyarakat yang sudah terbentuk selama ini, namun demi keamanan pangan suatu
wilayah perlu kiranya sosialisasi diversifikasi pangan berbahan ubikayu atau
singkong sebagai bahanpangan alternative selain beras atau jagung.
Disamping
sebagai bahan makanan, ubikayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri
dan pakan ternak. Ubi yang dihasilkan mengandung air sekitar 60%, pati 25%-35%,
serta protein, mineral, serat, kalsium, dan fosfat. Ubikayu merupakan sumber
energi yang lebih tinggi disbanding padi, jagung, ubijalar, dan sorgum.
(Widianta dan Dewi, 2008).
Pola
perkembangan luas panen ubikayu di Indonesia selama kurun waktu 1980-2016
berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat
dari laju pertumbuhan rata-rata yaitu turun sebesar 1,39% pertahun yaitu luas
panen sebesar 1,41 juta hektar di tahun 1980 menjadi 0,88 juta hektar di tahun
2016. Perkembangan luas panen selama lima tahun terakhir cenderung menurun
lebih besar yaitu 8,98% per tahun.
Gambar
1 Provinsi Sentra Luas Panen Ubi Kayu di Indonesia, Tahun 2012-2016*)
Perkembangan rata-rata luas panen ubi kayu antara tahun 2012-2016,
menunjukkan ada 8 (delapan) provinsi sentra ubi kayu dengan kontribusi luas
panen sebesar 89,50%. Provinsi Lampung dengan rata-rata luas panen mencapai
295,55 ribu hektar cukup dominan berada di urutan pertama dengan share luas
panen mencapai 27,71%, selanjutnya Provinsi Jawa Timur berkontribusi terhadap
luas panen ubi kayu nasional sebesar 14,80% atau mencapai rata-rata luas panen
157,90 ribu hektar dan Provinsi Jawa Tengah dengan share sebesar 14,59% atau
mencapai luas panen rata-rata 155,66 ribu hektar. Lima provinsi sentra lainnya
dengan kisaran share luas panen antara 2,41% hingga kurang dari 8,53% adalah
Provinsi Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, DI. Yogyakarta, Sumatera Utara,
Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat, masing-masing berkontribusi sebesar 8,53%;
7,30%; 6,82%, 5,35%, 3,99% dan2,41%.
Produksi ubi kayu di Indonesia terkonsentrasi
di 8 (delapan) provinsi dengan kontribusi produksi sebesar 91,21%. Provinsi
Lampung dengan ratarata produksi mencapai 7,74 juta ton cukup dominan berada di
urutan pertama dengan share produksi mencapai 33,93%, di susul di urutan kedua Provinsi
Jawa Tengah yang memberi kontribusi terhadap produksi ubi kayu nasional sebesar
16,68% atau mencapai rata-rata produksi 3,81 juta ton dan Provinsi Jawa Timur dengan share sebesar 15,71%
atau mencapai produksi rata-rata 3,59 juta ton. Lima provinsi sentra lainnya
dengan kisaran share produksi antara 2,34% hingga 9,21% adalah Provinsi Jawa
Barat, Sumatera Utara, DI. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan
masingmasing berkontribusi sebesar 9,21%, 6,10,%, 3,99%, 3,25% dan 2,34%.
Gambar
2. Provinsi Sentra Produksi Ubi Kayu di Indonesia, rata-rata tahun 2012-2016*)
B.
Pemanfaatan Ubi Kayu
a.
Tepung Tapioka
Tapioka adalah salah satu jenis tepung berbahan baku
singkong yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga atau industri untuk
aneka olahan makanan, pembuatan glukosa, dekstrin, dan lain-lain. Tapioka yang
diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai
industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buahbuahan,
pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak
digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam
industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim,
pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Potensi pasarnya
cukup besar, karena penggunaan tepung tapioka semakin variatif dan berkembang,
sehingga kebutuhannya juga meningkat dari tahun ke tahun.
b.
Bioethanol
Bioetanol
singkong dipilih sebagai energi alternatif yang cukup potensial karena pada
dasarnya tumbuhan singkong (ketela pohon) memiliki kandungan pati, gula atau
selulosa yang bisa dimanfaatkan dalam proses pembuatan bahan bakar alternatif.
Melimpahnya bahan baku singkong dan mudahnya proses pembuatan bahan bakar
tersebut, menjadikan bioetanol singkong sebagai alternatif tepat bagi
masyarakat. Sehingga tidak heran, ketika harga BBM merangkak naik, bioetanol
singkong dipilih masyarakat sebagai salah satu energi pengganti yang diharapkan
bisa dimanfaatkan dengan baik untuk masa-masa yang akan datang.
c.
Tepung MOCAF (Modification
Cassava Flavour)
Tepung mocaf adalah tepung singkong yang telah dimodifikasi
dengan perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan
karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti
terigu atau campuran terigu 30 % – 100 % dan dapat menekan biaya konsumsi
tepung terigu 20-30%. Ada beberapa keunggulan jenis tepung ini, seperti aroma
dan citarasa mocaf setara terigu, bahan baku yang tersedia cukup sehingga
kemungkinan kelangkaan produk dapat dihindari karena tidak tergantung dari
impor seperti gandum. Selain itu harga tepung mocaf relatif lebih murah
dibanding dengan harga tepung terigu maupun tepung beras, sehingga biaya
pembuatan produk dapat lebih rendah.
C.
Peluang Pengembangan Ubi Kayu
Peluang pengembangan ubi kayu dapat
dilakukan dengan cara peningkatan produkti-vitas, peningkatan areal tanam dan
diversifikasi usaha tani (sistem tumpangsari). Beberapa faktor yang dapat
menjadi pendukung untuk pengembangan ubi kayu antara lain: (1) masih tersedia
areal untuk pengembangan ubi kayu berupa lahan kering dan lahan yang sementara
ini belum diusahakan yang sangat luas, (2) tersedia teknologi maju (varietas
unggul beserta teknologi budidaya), (3) Pangsa pasar cukup besar dan terus
meningkat.
3.
Kelapa Dalam sebagai Komoditas Strategis
A.
Produksi Kelapa Dalam
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan
komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada
daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa,
tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar.
Rata-rata produksi kelapa Indonesia dari
perkebunan Rakyat pada periode 2000–2005 adalah sebesar 3.036.759 ton pertahun,
sedangkan rata-rata produksi dari hasil prediksi selama 2006–2009 adalah
3.187.695 ton, atau meningkat sekitar 5 persen. Produksi kelapa di Indonesia
selama beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Produksi kelapa di Indonesia
Tahun
|
Luas area (Ha)
|
Produksi (Ton)
|
2008
|
3783074
|
3239672
|
2009
|
3799124
|
3257969
|
2010
|
3739350
|
3166666
|
2011
|
3767704
|
3174378
|
2012
|
3781649
|
3189897
|
2013
|
3654477
|
3051585
|
2014
|
3609812
|
3005916
|
2015
|
3585599
|
2920665
|
2016
|
3566103
|
2890735
|
Akhir-akhir ini kebutuhan akan biji kelapa,
air kelapa dan arang batok kelapa kembali meningkat, seiring dengan pertumbuhan
penduduk. Diperkirakan pada masa mendatang kebutuhan akan komoditas ini akan
semakin meningkat, mengingat pola hidup masyarakat Indonesia sulit dilepaskan
dari komoditas kelapa dan hasil olahannya. Tanaman kelapa juga merupakan salah
satu dari sebelas komoditas andalan perkebunan penghasil devisa negara, sumber
pendapatan asli daerah (PAD), sumber pendapatan petani dan masyarakat. Dengan
demikian komoditas kelapa diharapkan dapat membantu mengentaskan kemiskinan di
daerah dan dapat mendorong perkembangan agroindustri serta pengembangan
wilayah. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan komoditas
kelapa.
B.
Prospek Pengembangan Kelapa Dalam
Alasan utama yang membuat kelapa
menjadi komoditi komersial adalah karena semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Dari analisis budidaya terlihat bahwa investasi yang
besar dan dapat menguntungkan hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun, belum
termasuk keuntungan lain yang didapat selain dari buah. Oleh karena itu,
budidaya tanaman kelapa merupakan salah satu alternatif yang sangat
menguntungkan.
Untuk dapat menjadikan usahatani kelapa menjadi sumber pendapatan utama
petani, perlu diubah sistem usahatani tradisional dan industri primer parsial
menjadi suatu sistem dan usaha agribisnis berbasis kelapa yang berdaya saing,
berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi.
Bukan tidak mungkin apabila usahatani kelapa dikelola secara profesional
akan dapat memberikan kontribusi yang tak kecil untuk negara ini. Hal ini
memungkinkan karena hasil penelitian menungkapkan bahwa kandungan asam laurat
dalam minyak kelapa memiliki manfaat kesehatan. Dan akhir-akhir ini perdagangan
minyak kelapa murni (virgin coconut oil, VCO) makin meluas di antero
dunia. Walau belum didukung uji klinis, banyak pihak meyakini VCO sebagai obat
berbagai macam penyakit dan harganya pun cukup mahal.
Saat ini kelapa sangat
berperan dalam perekonomian sebagai penyedia lapangan tenaga kerja, bahan baku
industri dalam negri dan konsumsi langsung. Meskipun demikian, kebanyakn
usahatani kelapa tidak terkait langsung dengan industri pengolahan, industri hilir,
serta industri jasa dan keuangan. Akibatnya agribisnis kelapa tidak berhasil
mendistribusikan nilai tambah, secara optimal dan proporsional, sehingga tidak
signifikan pengaruhnya terhadap penambahan pendapatan petani kelapa. Pengelolaan usahatani kelapa masih bersifat tradisional dan terbatasnya
modal, maupun kualitas produk yang dihasilkan masih rendah. Sampai saat ini
belum banyak berubah sehingga komoditas kelapa yang mempunyai multiguna relatif
tidak ada nilai tambahnya. Pangsa pasar ekspor sangat terbuka untuk semua
produk kelapa, khususnya produk ikutan seperti bungkil, arang tempurung, sabut
kelapa dan desicated coconut.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas yang berdampak kepada
peningkatan pendapatan petani adalah dengan pengelolaan input usahatani seperti
tenaga kerja, pendapatan, pendidikan, luas lahan dan keikutsertaan dalam
kelompok tani secara optimal dan efektif. Usahatani berbasis organisasi dan
kelompok dalam bentuk komunitas yang aktif dan mandiri akan meningkatkan posisi
tawar menawar petani. Petani makin kuat dalam
menentukan harga produk berupa butiran maupun kopra. Bentuk basis organisasi
perkelapaan Indonesia mempunyai ciri yaitu : orientasi output, orientasi
bisnis, dan orientasi pengembangan wilayah.
Strategi pengembangan sistem agribisnis kelapa adalah suatu proses fungsi
produksi yang akan menghasilkan produktivitas kelapa secara optimal dan efisien,
maka strategi tersebut merupakan keterpaduan dan keberlanjutan kerjasama
masing- masing subsistem agribisnis. Pada dasarnya seluruh bagian buah kelapa dapat diolah menjadi berbagai produk untuk
berbagai keperluan. Teknologi pengolahan, standar mutu, dan sistem
sertifikasinya juga sudah dikuasai oleh tenaga ahli Indonesia. Namun, berbagai
kelemahan masih melekat di Industri pengolahan kelapa kita seperti suplai bahan
baku, karena industri tidak memiliki kebun kelpa dan investasi yang relatif
besar sehingga kurang menarik investor.
Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi
tinggi sangat besar. Alternatif Produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin
Coconut Oil (VCO), Oleochemical (OC), Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/
Cream (CM/ CC), Coconut Charcoal, Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS),
Coconut Fiber (CF), dan Cocon Wood (CW), yang diusahakan secara parsial
maupun terpadu. Pelaku agribisnis produk- produk tersebut mampu meningkatkan
pendapoatnnya 5-10 kali dibandingkan dengan bila hanya menjual produk kopra.
Daun muda dipergunakan sebagai pembungkus ketupat dan sebagai bahan baku
obat tradisional, sedanhkan daun tua dapat dianyam dan dipergunakan sebagia
atap, kemudian lidinya sebagia bahan pembuat sapu lidi. Batang kelapa dapat
digunakan sebagai bahan baku perabotan/ furniture atau bahan bangunan dan
jembatan darurat. Akar kelap dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bir
atau bahan baku pembuatan zat warna.
Buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa. Buah
kelapa yang telah masak kira-kira 2 kg per butir. Buah kelapa dapat digunakan
hampir pada seluruh bagiannya. Airnya untuk minuman segar atau dapat diproses
lebih lanjut menjadi nata de coco, atau kecap. Sabut untuk bahan baku tali, anyaman keset, matras, jok kendaran. Dari
sabut tersebut akan diperoleh serat matras 18% , serat berbulu 12% dan sekam/
dedak atau gabus 70%. Serat matras digunakan untuk bahan pengisi jok, penyaring
dan matras. Serat berbulu digunakan untuk sikat pembersih, sapu dan keset
sedang sekam/ gabus digunakan untuk media tanaman atau pupuk Kalium.
Tempurungnya secara tradisional dibuat sebagai gayung air, mangkuk, atau
diolah lebih lanjut nenjadi bahan baku obat nyamuk bakar, arang, briket arang,
dan karbon aktif. Daging buahnya dapat langsung dikonsumsi atau sebagai bahan
bumbu berbagai masakan atau diproses menjadi santan kelpa, kelapa parutan
kering (desicated coconut) serta minyak goreng. Daging buah dapat pula
diproses menjadi kopra. Kopra bila dipro ses lebih lanjut dapat menghasilkan
minyak goreng, sabun, lilin, es krim atau diproses lebih lanjut sebagai bahan
baku produk oleokimia seperti asam lemak (fatty acid) , fatty alcohol, dan
gliserin. Hasil samping ampas kelapa atau bungkil kelapa merupakan salah satu
bahan baku pakan ternak.
Cairan nira kelapa dapat diproses menjadi gula kelpa . Ketandan buah yang
baru tumbuh sampai posisi tegak diambil cairannya dan menghasilkan nira. Nira
ini dapat diproduksi sebagai minuman dan gula kelapa. Setiap pohon kelapa
terdapat 2 buah ketandan bunga, bisa diambil niranya sampai 35 hari dan
selanjutnya akan muncul ketandan bunga baru lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2014. Komoditas Strategis.
http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/komoditas_strategis Diakses pada 21 November 2017 pukul 10.11 WIB
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan
Indonesia, Kelapa. Kementrian Pertanian. Jakarta
Kementrian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas pertanian Tanaman
Pangan, Ubi Kayu. Pusat data dan Sistem Informasi. Jakarta
0 comments:
Post a Comment